Denpasar (ANTARA News) - Masyarakat dan industri di belahan Amerika Utara menyandang predikat produser emisi gas karbondioksida terbanyak di dunia, sementara Eropa hanya separuh dari mereka sedangkan Asia Selatan paling sedikit menyumbang gas rumah kaca penyebab perubahan iklim global itu.

Demikian temuan ilmiah jurnal Lingkungan dan Urbanisasi yang diterbitkan Publikasi Saga dan Institut Internasional bagi Pembangunan dan Lingkungan, sebagaimana disebut dalam siaran pers yang diterima ANTARA di Denpasar, Rabu.

Kepala Spesialis Kependudukan Perkotaan dan Perubahan Iklim Bank Dunia, Daniel Hoornweg, yang memimpin penulisan laporan itu menyatakan, "Kota-kota di seluruh dunia sering disalahkan atas emisi gas rumah kaca ini walau ada banyak kota yang memproduksi sangat sedikit emisi ini. Kota-kota seperti ini juga terdapat bahkan di negara-negara industri."

Laporan itu menyatakan, secara rerata produksi gas rumah kaca tiap penduduk dalam setahun di kota-kota negara-negara industri adalah 15-30 ton.

"Penduduk kota-kota di Asia Selatan secara umum cuma memproduksi 0,5 ton gas ini dalam setahun," kata Hoornweg. Penelitian itu dilakukan di 100 kota di 33 negara dengan beragam latar belakang, mulai dari negara industri terkemuka sampai negara terbelakang.

Kasus di Brazil menunjukkan hasil mengagetkan karena ada kota-kotanya yang mengeluarkan emisi gas rumah kaca ini justru lebih rendah ketimbang produksi gas serupa di kota-kota negara yang lebih miskin di Asia dan Afrika.

Kota London memproduksi emisi gas rumah cacao lebih rendah ketimbang Cape Town di Afrika Selatan. Emisi gas ini per penduduk di Denver, Amerika Serikat, dua kali lebih banyak ketimbang emisi serupa di New York yang memiliki populasi lebih banyak namun berpopulasi kendaraan lebih rendah.

Di Toronto, Kanada, emisi per penduduk di kota-kota kecil yang memiliki infrastruktur baik hanya 1,3 ton setahun, bandingkan dengan 13 ton emisi gas serupa di kawasan padat penduduk di kota-kota besar.

"Tampaknya gaya hidup dan pola konsumsi menjadi faktor utama dalam penduduk memproduksi gas rumah kaca ini. Dari perspektif produksi emisi gas ini, Shanghai di China lebih tinggi tetapi dari perspektif konsumsi maka produksi emisinya justru lebih rendah," kata Hoornweg.

Dari sisi produksi emisi gas rumah kaca, kota yang makmur dengan penduduk bergaya hidup boros sumber daya bisa memiliki emisi perkapita lebih rendah. Namun dari perspektif konsumsi maka kota itu justru tinggi produksi gas rumah kacanya.

"Laporan ini mengingatkan kita bahwa kota-kota yang makmur dan kemakmuran warganya itu yang justru menyebabkan emisi gas rumah kaca, bukan kota-kota secara umum. Kota-kota di Afrika, Asia, dan Amerika Latin justru memiliki emisi gas ini dalam angka yang rendah. Tantangan untuk mereka tentang ini adalah menjaga produksi gas rumah kaca itu tetap rendah pada saat mereka semakin makmur," katanya.

(A037/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011