Kairo (ANTARA News) - Ratusan ribu demonstran membanjiri Bundaran Tahrir serta sejumlah kota di seluruh Mesir pada Selasa (Rabu WIB), dalam sebuah peristiwa pembangkangan terbesar terhadap Presiden Hosni Mubarak sejak revolusi dimulai, demikian AFP melaporkan.

Di Kairo, kerumunan besar massa memuji sosok pahlawan kharismatik, aktivis cyber sekaligus pejabat eksekutif Google yang melalui jejaring Facebook memulai gerakan protes pada 25 Januari dan sejak itu ditahan dengan mata tertutup selama 12 hari.

Banyak pemrotes yang membawa simbol jejaring sosial internet Facebook dan Twitter, yang menjadi alat penting dalam mobilisasi pihak oposisi sekaligus wujud terima kasih kepada juru kampanye seperti pejabat eksekutif Google Wael Ghonim.

"Saya ingin menyebutnya sebagai Revolusi Facebook, namun setelah melihat orang yang berkumpul saat ini, maka saya bisa katakan ini adalah Revolusi Rakyat Mesir. Luar biasa!" katanya setelah diarak oleh pendukung yang mengelukan namanya di kerumunan.

"Rakyat Mesir berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik, hari ini mimpi-mimpi itu menjadi nyata, ketika kita semua berkumpul disini dan mengepalkan tangan dengan satu keyakinan yang sama," katanya.

Ghonim telah menjadi pahlawan bagi gerakan protes itu, dengan memulai salah satunya di jejaring populer Facebook dan ditahan pemerintah rezim pada 27 Januari.

"Saya bukan pahlawan, kalian semua yang pahlawan, kalian yang bertahan di bundaran ini," kata Ghonim kepada kerumunan massa yang berkumpul di sekelilingnya, sebagian besar menangis, bertepuk tangan dan berteriak : "Jayalah Mesir, jayalah Mesir!"

Sebelumnya pemerintah rezim telah menerbitkan dekrit pembentukan sebuah komite untuk meninjau perubahan konstitusi menjelang pemilihan umum yang akan digelar tahun ini.

"Presiden menyambut baik musyawarah nasional, seraya membenarkan bahwa kita berada di jalan yang benar untuk keluar dari krisis ini," kata Wakil Presiden Omar Suleiman, yang diyakini sebagai kekuatan efektif di belakang penguasa.

"Sebuah peta jalan damai yang nyata telah ditetapkan dengan waktu teratur guna merealisasikan sebuah pemindahan kekuasaan yang damai dan terorganisir," janjinya dalam pernyataan di televisi.

Wakil Presiden itu telah menjumpai beberapa perwakilan dari pihak oposisi -- termasuk Persaudaraan Muslim yang kuat, namun tidak satupun dari kelompok pemrotes di jalanan -- guna menentukan rencana sebuah transisi yang demokratis.

Mubarak telah berjanji untuk tidak mencalonkan kembali dalam pemilihan umum September, namun pihak oposisi mengatakan segala bentuk pemungutan suara melalui konstitusi Meisr yang sekarang tidak akan berjalan secara jujur.

Ketika sekelompok massa yang lebih besar berkumpul untuk menggelar protes setiap hari, beberapa ribu orang lainnya bertahan di Bundaran Tahrir siang dan malam, tidur dengan berselimutkan plastik ataupun di bawah tank.

"Lagu-lagu patriotik tentang negara biasanya terdengar berlebihan, tapi kini kami memiliki negara ini," kata seorang dokter berusia 34 tahun Issam Shebana, yang kembali dari Sharjah di Uni Emirat Arab untuk berjaga di klinik sukarela di bundaran itu.

"Kemarin seorang pria pada tahun 60an berkata `Kami pengecut, kami hanya berdiam diri selama bertahun-tahun, namun kau selesai melakukannya, hal itu menginspirasi, itu seperti terlahir kembali," katanya.

"Saya tidak pernah membayangkan akan bisa tidur di aspal ketika hujan membasahi wajah kami dan merasa senang dengan hal itu," katanya.

Pada Senin Mubarak mencoba untuk mengulur waktu dengan berjanji akan meningkatkan gaji pegawai negeri sipil sebesar 15 persen dan memerintahkan penyelidikan terhadap kekerasan berdarah yang menewaskan sedikit-dikitnya 300 orang dalam serangkaian aksi protes 15 hari itu.

"Mereka telah mengumumkan kenaikan gaji, tapi mereka mencoba membodohi kami dengan hal itu. Jelas itu merupakan sogokan politik untuk membuat rakyat diam," kata demonstran Mohammed Nizar (36) yang mengantri dengan sabar untuk bergabung dengan kerumunan di Tahrir.

Sejumlah laporan menyebutkan bahwa Mubarak akan bertolak ke Jerman untuk pengobatan, namun Menteri Luar Negeri Guido Westerwelle mengatakan ia tidak mengetahui tentang permintaan itu sehingga tidak akan berspekulasi tentang masalah itu. (PPT/S008/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011