Mengetahui disiram bensin, Ami dan Nia langsung lari. Tapi ayah tetap saja kalap dan melemparkan mancis (korek api) ke Ami dan Nia. Keduanya langsung terbakar"
Pekanbaru (ANTARA News) - "Pen...Pen...Pen," panggil seorang anak perempuan yang tergolek di Ruang Combustio, Cendrawasih I Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Arifin Achmad Pekanbaru, Selasa siang.

Bau daging busuk menyeruak ke seisi ruangan berpenghuni tiga pasien itu.

Mengetahui namanya dipanggil, Penius Jaluhu (20) segera datang mendekat.

Sekujur tubuh anak perempuan itu dibalut perban putih. Hanya wajah pada kepala tak berambut saja yang tak diperban.

Dengan sigap Penius mengambil kertas kardus di samping ranjang, lalu mengipaskannya ke arah anak perempuan yang tak lain adiknya itu.

"Lapar Pen," pintanya lemah.

Dengan sekuat tenaga, anak perempuan itu mencoba menggerakkan kepalanya dan menatap lemah kepada abangnya itu. Peni hanya bisa diam diri.

Jam menunjukkan pukul 11.10 WIB, waktu makan siang belumlah tiba.

Ia hanya bisa tersenyum sembari terus mengibaskan kardus ke arah Amelina (11), nama sang adik.

Sesekali ia menutup hidungnya. Bau daging kembali memenuhi ruangan, kendati perawat silih berganti membersihkan bekas luka pada adik pertamanya tersebut.

Berdua dengan adiknya, Toda (8), dia merawat Amelina dengan sepenuh hati.

Sudah empat hari Amelina dirujuk di RSUD Arifin Achmad, setelah sebelumnya dirawat di RSUD Pasir Pengaraian, Rokan Hulu.

Ya, Amelina adalah korban kekejaman Bajatulus (26), ayah tirinya yang telah memperkosanya itu.

Bukan itu saja, lelaki durjana ini membakar tubuh Amelia dan ibu kandungnya, Rusmani (32), serta Niaman (6), adik bungsunya Sabtu sore dua pekan lalu (26/2) di Kecamatan Bonai Darussalam, Rokan Hulu.

Ibu dan adiknya tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit.

Akibat perbuatan ayah tirinya tersebut, Ame, demikian bocah perempuan ini biasa diakrabi, mengalami luka bakar pada separuh badannya dan trauma psikis yang mungkin teramat dalam.

Bocah perempuan yang sempat mengenyam pendidikan hingga kelas dua SD tersebut terbaring lemah. Rintihan panjang akibat tak kuat menahan sakit, senantiasa keluar dari bibirnya.

"Waktu itu saya sedang bekerja memanen buah sawit milik orang, ketika diberitahu keluarga tentang kondisi ibu dan adik-adik. Saya langsung mengantarnya ke rumah sakit," kenang Peni.

Dia melanjutkan bercerita, pada hari kejadian itu, ibu dan adik-adiknya tersebut berkunjung ke rumah kontraktor, Ajulele, yang juga keluarga jauhnya.

Mereka  berencana kabur dari rumah setelah Ame mengadukan perlakukan biadab sang ayah tiri yang telah memperkosanya Jumat siang ketika rumah dalam keadaan kosong.

Sore harinya, Ame dan Nia berencana untuk mandi.  Tak berapa lama sampai di kamar mandi, ayah tirinya datang membawa jirigen bensin. Ia langsung menyiramkan bensin ke tubuh Ami dan adiknya itu.

"Mengetahui disiram bensin, Ami dan Nia langsung lari. Tapi ayah tetap saja kalap dan melemparkan mancis (korek api) ke Ami dan Nia. Keduanya langsung terbakar," kata Peni.

Mengetahui anaknya dibakar, Rusmani, langsung merangkul keduanya dan memadamkan api.

Melihat hal itu, Bajatulus tambah kalap dan kembali menyiramkan bensin, kali ini ke tubuh istrinya.

"Ibu dan adik saya terbakar dan ayah kemudian lari. Ibu dan Nia meninggal di jalan. Sedangkan Ame, seperti yang dilihat sekarang ini," katanya.

Kejam

Peni bercerita kembali.  Ibunya dinikahi Rusmani empat tahun sesudah kematian Hejisusi, ayah kandung mereka yang meninggal tahun 2005 lalu.

Sepeninggal ayah kandungnya, kehidupan mereka menjadi semakin sulit, bahkan Peni dan Ami harus berbesar hati meninggalkan bangku sekolah.

"Bagaimana lagi, ibu hanya bekerja sebagai buruh sawit di kebun orang," ujar lelaki muda yang SD pun tidak tamat ini.

Selama dua tahun berumahtangga dengan ibunya, ayah tiri mereka sering berlaku mengkasari mereka. Ancaman dan makian memenuhi hari-hari mereka.

"Mulai dari makian biasa, hingga ancaman akan dibunuh keluar dari mulut ayah," kata Penius.

Dia tidak habis pikir, mengapa ayah tirinya itu tega memperkosa dan membakar adik dan ibu kandungnya.

"Sungguh, tak pernah terpikirkan seperti ini," katanya dengan mata memerah.

Sejak ibu mereka meninggal, Penius otomatis  mengambilalih tanggung jawab yang dulu dipikul orangtuanya. Kerabat mereka yang lain seakan tidak mempedulikan nasib mereka.

"Kemarin di tangan masih ada uang Rp200 ribu, tapi sekarang sudah habis untuk makan," paparnya getir.

Ia berharap masyarakat dan pemerintah bersedia meringankan bebannya tersebut, terutama untuk biaya perawatan adiknya tersebut.

Seorang perawat di rumah sakit tersebut, Larsi, mengungkapkan kondisi Ame semakin baik dari hari ke hari.

Larsi menjelaskan, pada hari pertama Ame datang ke rumah sakit itu, badan anak perempuan malang ini dipenuhi belatung karena luka yang tidak diobati.

"Mungkin karena kurang biaya, Ame sempat dirawat di rumah hingga kemudian dibawa ke rumah sakit," katanya.

Dialah yang membersihkan dan memangkas habis rambut Ame untuk mempercepat kesembuhan. Larsi berharapn kondisi perempuan yatim piatu itu terus membaik dan mau fokus kepada pemulihan trauma psikisnya.

Sementara itu, Kepala Polres Rokan Hulu AKBP Adang Suherman menyatakan telah menurunkan anggotanya untuk memburu si ayah tiri yang jahat itu.

Namun Adang mengaku akan berhati-hati, karena tersangka konon memiliki ilmu hitam dan tahan bacokan serta tembakan.  (*)

Oleh Indriani
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011