Jakarta (ANTARA News) - Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Utara mengungkap sejumlah perusahaan penerbit faktur pajak tidak sah atau faktur pajak fiktif yang merugikan negara senilai Rp29 miliar.

"Berdasarkan informasi yang kami terima, kami menemukan tindak pidana perpajakan dan saat ini sedang dilakukan tindak lanjut pemeriksaan bukti permulaan," ujar Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Utara Agus Wuryantoro saat temu pers di Jakarta, Jumat.

Agus menjelaskan berdasarkan informasi, penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kantor Wilayah DJP Jakarta Utara kemudian bekerja sama dengan reserse khusus Polda Metro melakukan penangkapan terhadap tersangka Tindak Pidana Perpajakan dengan tersangka AGT dan DM pada Kamis (12/5).

Tersangka AGT merupakan Direktur dan Pemegang Saham serta yang menandatangani SPT masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) PT. LBC, sedangkan DM adalah pegawai yang juga menandatangani Surat Setoran Pajak (SSP) serta alamatnya digunakan sebagai kantor dan penyimpanan dokumen PT. LBC.

"Akibat perbuatan tersangka kerugian negara diperkirakan Rp29 miliar," ujar Agus.

PT. LBC merupakan perusahaan perdagangan dengan omzet senilai Rp290 miliar namun tidak melakukan bisnis usaha sebagaimana layaknya badan usaha seperti melakukan transaksi pembelian dan penjualan.

Perusahaan tersebut juga diduga tidak membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku karena hanya menyetor sekitar Rp6 juta pertahun dan tempat kegiatan usaha tidak ditemukan.

"Alamat terdaftar di daerah Tanjung Priok namun perusahaan tersebut ditemukan di daerah Kepala Gading," ujarnya.

PT. LBC hanya menerbitkan faktur pajak (keluaran) kepada pihak ketiga yang membutuhkan, tanpa didasari dengan transaksi bisnis yang sebenarnya.

"Modus operandi yang dilakukan tersangka merupakan modus baru, karena lima tahun yang lalu penipuan faktur pajak terkait bukti restitusi dan melibatkan orang dalam," tambahnya.

Sementara, Kepala Bidang Pemeriksaan Penyidikan dan Penagihan Pajak Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Utara Edward Sianipar menjelaskan faktur pajak fiktif tersebut dibukukan perbulan dan dibuatkan fisiknya atas nama PT. LBC sehingga seolah-olah ada penjualan atau pembelian barang dagangan.

Kemudian, PT. LBC mengisi keseluruhan faktur pajak yang telah dikeluarkan, kedalam SPT masa PPN lampiran satu yaitu daftar pajak keluaran untuk mengimbangi pajak keluaran yang telah diterbitkan PT. LBC untuk kemudian mengkreditkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.

"Berdasarkan penelitian ternyata substansi pajak tidak ditemukan, karena ada potensi faktur pajak fiktif. Sehingga ada pajak yang tidak dilaporkan sesuai dengan transaksi yang sebenarnya," ujar Edward.

Menurut dia, para tersangka terancam hukuman antara 2-6 tahun penjara serta denda maksimal 2-6 kali lipat kerugian negara seperti tercantum dalam ketentuan yang berlaku.

Perusahaan tersebut, lanjut dia, diduga telah melakukan tindakan penerbitan faktur pajak tidak sah mulai 2007 hingga awal 2011.

"Namun, jumlah kerugian negara senilai Rp29 miliar itu dihitung mulai tahun pajak 2007-2009 dan berdasarkan evaluasi sejak 2010," ujar Edward. 
(*)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011