Karach (ANTARA News) - Ribuan orang berdemonstrasi di Karachi, Minggu, untuk menuntut diakhirinya segera serangan rudal AS di kawasan suku Pakistan dan mendesak blokade perbekalan NATO yang melewati negara itu.

Para aktivis dari Tehreek-e-Insaf (Gerakan bagi Keadilan) melanjutkan aksi duduk dua hari di luar pelabuhan Laut Arab di kota itu dan mendesak pemerintah mengakhiri kerja sama dengan Washington dalam "perang melawan teror".

"Ini bukan perang Pakistan, ini perang Amerika. Perang ini telah menewaskan ribuan orang Pakistan yang tidak berdosa, wanita dan anak-anak," kata pemimpin kelompok itu dan mantan pemain kriket Imran Khan kepada massa yang mencakup sekitar 7.000 pendukungnya.

Karachi, kota terbesar Pakistan yang merupakan kawasan ekonomi, adalah daerah penting bagi logistik pasukan NATO yang memerangi Taliban di Afghanistan.

"Tidak ada satu pun militan Taliban di Pakistan sebelum 11 September (2001) namun sejak kita bergabung dalam perang ini, kita menghadapi aksi-aksi terorisme, pemboman dan serangan pesawat tak berawak," kata Khan.

Demonstran meneriakkan slogan-slogan anti-AS dan membawa spanduk yang bertuliskan "Kematian bagi Amerika" dan "Hentikan serangan pesawat tak berawak di Pakistan".

Khan mengatakan bahwa serangan pesawat tak berawak AS menciptakan "pabrik pemboman bunuh diri" dan mendesak pemerintah Islamabad berhenti menerima bantuan asing.

Truk-truk perbekalan NATO, truk minyak dan peralatan yang dibutuhkan bagi pasukan koalisi di Afghanistan dikirim melalui Pakistan, namun AS kini semakin sering menggunakan jalur alternatif melalui Asia tengah.

Militan di kawasan itu melancarkan serangan-serangan terhadap truk-truk perbekalan dan BBM untuk NATO dengan tujuan mengacaukan pemasokan untuk pasukan internasional yang memerangi Taliban di Afghanistan.

Sentimen anti-AS tinggi di Pakistan, dan perang terhadap militansi yang dilakukan AS tidak populer di Pakistan karena persepsi bahwa banyak warga sipil tewas akibat serangan pesawat tak berawak yang ditujukan pada militan di sepanjang perbatasan dengan Afghanistan dan penduduk merasa bahwa itu merupakan pelanggaran atas kedaulatan Pakistan.

AS pada 2010 menggandakan serangan rudal di kawasan suku Pakistan, dan lebih dari 670 orang tewas dalam sekitar 100 serangan sepanjang tahun itu. Pada 2009, 45 serangan semacam itu menewaskan 420 orang, menurut hitungan AFP.

Para pejabat AS mengobarkan perang dengan pesawat tak berawak terhadap para komandan Taliban dan Al-Qaeda di kawasan suku baratlaut, dimana militan bersembunyi di daerah pegunungan yang berada di luar kendali langsung pemerintah Pakistan.

AS menyebut kawasan suku Pakistan sebagai markas global Al-Qaeda dan salah satu tempat paling berbahaya di Bumi.

Pejabat-pejabat AS mengatakan, pesawat tak berawak merupakan senjata sangat efektif untuk menyerang kelompok militan. Namun, korban sipil yang berjatuhan dalam serangan-serangan itu telah membuat marah penduduk Pakistan.

Pakistan mendapat tekanan internasional yang meningkat agar menumpas kelompok militan di wilayah baratlaut dan zona suku di tengah meningkatnya serangan-serangan lintas-batas gerilyawan terhadap pasukan internasional di Afghanistan.

Kawasan suku Pakistan, terutama Bajaur, dilanda kekerasan sejak ratusan Taliban dan gerilyawan Al-Qaeda melarikan diri ke wilayah itu setelah invasi pimpinan AS pada akhir 2001 menggulingkan pemerintah Taliban di Afghanistan.

Pasukan Pakistan meluncurkan ofensif udara dan darat ke kawasan suku Waziristan Selatan pada 17 Oktober 2009, dengan mengerahkan 30.000 prajurit yang dibantu jet tempur dan helikopter meriam.

Meski terjadi perlawanan di Waziristan Selatan, banyak pejabat dan analis yakin bahwa sebagian besar gerilyawan Taliban telah melarikan diri ke daerah-daerah berdekatan Orakzai dan Waziristan Utara.

Waziristan Utara adalah benteng Taliban, militan yang terkait dengan Al-Qaeda dan jaringan Haqqani, yang terkenal karena menyerang pasukan Amerika dan NATO di Afghanistan, dan AS menjadikan daerah itu sebagai sasaran serangan rudal pesawat tak berawak.

Pasukan Amerika menyatakan, daerah perbatasan itu digunakan kelompok militan sebagai tempat untuk melakukan pelatihan, penyusunan kembali kekuatan dan peluncuran serangan terhadap pasukan koalisi di Afghanistan. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011