Di Indonesia untuk menjadi pejabat dan politisi biayanya sudah sangat mahal, sehingga mendorong pejabat dan politisi berperilaku korup...
Jakarta (ANTARA) - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ikrar Nusa Bhakti menilai kultur politik di Indonesia sudah tercemar korupsi, dengan ditandai banyaknya praktik korupsi baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Pelaku korupsi di Indonesia sudah tidak malu dan tidak takut melakukan korupsi. Pejabat dan politisi yang sudah ketahuan melakukan korupsi tidak ada yang mudur dari jabatannya," kata Ikrar Nusa Bhakti dalam diskusi "Indonesiaku Dibelenggu Koruptor", di Jakarta, Sabtu.

Pembicara lainnya pada diskusi tersebut adalah pengamat ekonomi Hendri Saparini dari Econit Advisory Group dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) Indonesia Corruption Watch Ade Irawan.

Menurut Ikrar, kalau di Jepang pejabat dan politisi yang ketahuan korupsi langsung mundur dari jabatannya.

Bahkan, masih kata Ikrar, ada pejabat di Jepang yang hanya menerima 50.000 yen atau sekitar Rp5 juta saat kampanye, kemudian dituduh korupsi, ia pun langsung mundur dari jabatannya.

"Di Indonesia untuk menjadi pejabat dan politisi biayanya sudah sangat mahal, sehingga mendorong pejabat dan politisi berperilaku korup," katanya.

Ikrar mensitir, pernyataan politisi dari PDI Perjuangan, Pramono Anung, yang pernah mengatakan, untuk menjadi anggota DPR RI biayanya bisa mencapai Rp5 miliar.

Sementara itu, aktivis LSM ICW, Ade Irawan, mengatakan, praktik korupsi yang dilakukan pejabat dan politisi modusnya bermacam-macam di antaranya melakukan "mark up" APBN atau APBD.

Politisi, kata Ade, juga melakukan korupsi dengan cara kompromi dalam penyusunan anggaran baik di tingkat pusat maupun daerah.

"Kompromi tersebut bukan dilakukan di DPR tapi dilakukan secara personal di luar sehingga sulit dilacak," katanya.(R024/B/S019/S019)

(ANTARA)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011