Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menegaskan bahwa sejak menandatangani perjanjian kerjsama pertahanan (defense cooperation agreement/DCA) pada 2007 lalu, Indonesia dan Singapura tidak pernah membahasnya lagi.

"Tidak ada lagi pembahasan tentang itu (DCA-red)," katanya di Jakarta, Senin, terkait kemungkinan dibukanya kembali pembahasan mengenai perjanjian ekstradisi kedua negara.

Usai memimpin Sidang ke-3 Komite Kebijakan Industri Pertahanan Pertahanan (KKIP) ia menuturkan, setiap kerja sama pertahanan yang dilakukan dengan sejumlah pihak harus ada kesepakatan pelaksanaannnya (implementing agreement).

"Ini kita belum menyepakati apa-apa. Jadi, tidak ada lagi kerja sama kesepakatan pertahanan itu," kata Purnomo menegaskan.

Perundingan Defence Cooperation Agreement atau DCA antara Indonesia dan Singapura telah berlangsung sejak Juli 2005 selama tujuh kali putaran. Putaran terakhir dilaksanakan pada 5 Desember-6 Desember 2006 dengan menyepakati 13 pasal dan empat pasal lainnya belum tercapai kesepakatan.

Pembahasan tersebut dilakukan pararel membahas mengenai ekstradisi antara dua negara dan selalu dikoordinasikan dengan pihak Departemen Luar Negeri sehingga nantinya kerja sama pertahanan kedua negara dapat benar-benar mendukung kepentingan nasional Indonesia.

DCA akhirnya ditandatangani pada 27 April 2007 oleh menhan kedua negara disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.

Namun, dalam perjalanannya kesepakatan kerja sama itu tidak dapat dilaksanakan secara mulus karena menuai kontroversi di masing-masing pihak, terutana menyangkut Implementing Arrangement (IA) Military Training Area (MTA) di Area Bravo yang berada di Kepulauan Natuna.

Karena kebuntuan terhadap beberapa pasal dalam DCA antara RI dan Singapura, pihak Singapura sempat mengabaikannya dan tidak membahas lebih lanjut dengan mitranya Indonesia. Akibatnya, perjanjian ekstradisi belum disepakati hingga kini.

Akibatnya, sejumlah terduga pelaku korupsi seperti Nunun Nurbaeti, Muhammad Nazzarudin, dan para tersangka kasus BLBI yang sebagian besar "lari" ke Singapura tidak dapat diekstradisi ke Indonesia.

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mengatakan, hingga kini perjanjian ekstradisi yang digandengkan dengan kesepakatan kerja sama pertahanan RI-Singapura, sama sekali tidak ada kemajuan.

"Belum, sama seperti dulu," kata Menlu Marty di Kantor Presiden Jakarta, Jumat, seusai mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima kunjungan kehormatan Menlu Singapura K Shanmugam.

Menlu Marty menambahkan Indonesia telah memulai kembali proses komunikasi informal dengan parlemen untuk mengkaji kembali dan menjajaki langkah-langkah yang mungkin dilakukan ke depan, terkait pembahasan Perjanjian Ekstradisi yang dilakukan satu paket dengan Kesepakatan Kerja sama Pertahanan (DCA).

(R018/A011)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011