Yerusalem (ANTARA News/AFP) - Sesudah terlibat dalam pertikaian sengit diplomatik dengan bekas teman dan sekutu Turki, Israel terperosok dalam kemelut baru pada Sabtu dengan tetangga selatannya, Mesir, setelah kerumunan massa merusak kedutaannya di Kairo.

Israel memiliki beberapa sahabat di dunia Muslim dan kedinginan di dua medan itu kian memperdalam pengusilannya menjelang rencana Palestina mengupayakan keanggotaan penuh di Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Serangan semalam atas kedutaan itu, saat orang banyak menghancurkan dinding keamanan luar, melemparkan kertas kedutaan dari loteng dan merobek bendera Israel, adalah yang terburuk sejak Israel mendirikan kedutaannya di Mesir, negara Arab pertama menandatangani perjanjian perdamaian dengan negara Yahudi itu, pada 1979.

Bersama dengan Yordania, negara Afrika utara itu satu dari hanya dua negara Arab menjadi tuan rumah duta besar Israel.

Sejak Presiden Mesir Hosni Mubarak digulingkan pada Februari setelah pemberontakan rakyat, pegiat menyeru perubahan perjanjian perdamaian dengan Israel itu.

"Serangan kerumunan itu terhadap kedutaan Israel merupakan kejadian berbahaya," kata laman berita Israel Ynet pada Sabtu mengutip ucapan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

"Itu pukulan menyakitkan bagi perdamaian di antara kami dan pelanggaran berat terhadap norma diplomatik," kata pejabat Israel kepada kantor berita Prancis AFP dengan syarat tak dikenali, tapi menambahkan bahwa seorang diplomat tinggi tetap tinggal setelah Duta Besar Yitzhak Levanon dan karyawannya diungsikan untuk menjaga hubungan baik dengan Mesir.

"Kami meninggalkan wakil duta besar untuk menjaga hubungan dengan pemerintah Mesir," kata pejabat itu.

Di Yerusalem, juru bicara pemerintah Israel Ron Sofer pada Sabtu mengatakan kepada radio tentara bahwa Levanon bertugas kembali "sesaat sesudah keamanan kedutaan dijamin oleh Mesir".

"Perdamaian antara Israel dengan Mesir adalah kepentingan strategis kedua negara itu dan harus dipertahankan, meskipun kerumunan marah di jalanan," kata pemimpin lawan Israel Tzipi Livni kepada Ynet.

Mesir menyatakan keadaan siaga setelah polisi bentrok dengan pengunjuk rasa, yang menyerbu gedung kedutaan Israel tersebut.

Itu bagian terbaru dalam pemburukan hubungan antara Mesir dengan Israel sejak pembunuhan lima polisi Mesir pada bulan lalu di perbatasan bersama mereka saat israel memburu pejuang setelah serangan maut.

Zvi Mazel, mantan duta besar Israel untuk Mesir, menyatakan tentara penguasa dan kepala negara Marsekal Hussein Tantawi tidak bersentuhan dengan pengunjuk rasa akar rumput.

"Keadaan itu sepenuhnya kekacauan, dengan tak ada seorang pun di panitia tentara, jenderal Tantawi atau temannya, yang bisa ke rakyat Mesir dan mengatakan `Cukup, selesai, kita punya masalah. Kita harus menghidupkan kembali perekonomian, bergerak maju`," kata Mazel kepada radio publik.

Sengketa terkini Israel dengan Mesir terjadi bersamaan dengan perburukan hubungan dengan Turki, setelah Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan pada Kamis mengancam mengirim kapal perang untuk mengawal setiap kapal Turki mencoba menerobos kucilan laut Israel atas Jalur Gaza.

Pada Jumat, kantor Netanyahu menyatakan kabinet mempertimbangkan berbagai tanggapan bagi pemburukan hubungan jelek dengan Turki, tapi tidak mengambil tindakan.

Israel dan Turki terkunci dalam sengketa sejak Mei 2010, ketika pasukan khusus angkatan laut Israel menyerang iringan enam kapal berusaha mencapai Gaza dalam menentang pengucilan itu, yang menewaskan sembilan orang Turki.

Kemelut itu mendalam lebih dari sepekan belakangan dengan Turki mengusir duta besar Israel dan memutus hubungan ketentaraan dan perdagangan pertahanan.
(B002/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011