Untuk meningkatkan perlindungan, Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) terus berupaya memperbesar porsi TKI yang bekerja di sektor formal. Penempatan TKI sektor formal dilakukan melalui kerjasama antarpemerintah (G to G) seperti dengan Korea, Jepang, dan Timor Leste; melalui kerjasama pemerintah dengan swasta (G to P), dan melalui kerjasama antarswasta (P to P).

Penempatan TKI sektor formal cenderung meningkat sehingga persentase perbandingan antara penempatan TKI sektor formal dan sektor informal semakin dekat pada keseimbangan atau 50:50 sebagaimana target tahun 2011 yang ditetapkan BNP2TKI, tidak timpang 35:65 sebagaimana pada masa-masa lalu.

Misalnya, penempatan TKI tahun 2011 hingga Oktober sebanyak 458.103 orang dan sebanyak 42,05 persen atau 192.618 orang merupakan TKI formal dan sebanyak 57,95 persen atau 265.485 orang merupakan TKI informal. Namun isu utama TKI sektor formal masih terletak pada isu rendahnya informasi pasar kerja, tidak sepadannya kebutuhan dan ketersediaan (link but not match), perbedaan antara regulasi pemerintah penerima dengan tuntutan kebutuhan komunitas industrinya. Banyak negara di dunia ini yang membutuhkan tenaga kerja tetapi kita tidak tahu bidang kerja apa saja yang dibutuhkan.

Rasio angka jumlah tenaga kerja Indonesia di sektor formal terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2010, ada 575.804 orang TKI terdiri atas 158.363 TKI formal (28 persen) dan 417.441 TKI informal (72 persen). Sedangkan jumlah penempatan TKI ke luar negeri pada 2009 sebanyak 632.172 orang terdiri atas 103.918 TKI formal (16 persen) dan 528.254 TKI informal (84 persen), kemudian jumlah penempatan TKI ke luar negeri pada 2008 sebanyak 644.731 orang terdiri atas 212.413 TKI formal (33 persen) dan 432.318 TKI informal (67 persen).

BNP2TKI terus berupaya mengurangi penempatan TKI informal dengan mendorong lebih banyak penempatan TKI Formal.

BNP2TKI meningkatkan penempatan TKI sektor formal dengan kebijakan by design (dipersiapkan sejak dinidan terencana) bukan by accident (ketika ada permintaan baru mencaritenaga kerjanya). Selain itu  gencar menerapkan market inteligent dan road show ke berbagai negara potensial, up skilling, up grading, adjustment training (link, train, and match), dan diplomasi multilateral dan bilateral, serta bekerja sama dengan center of excellent di dalam negeri (universitas, politeknik, sekolah menengah kejuruan, balai latihan kerja dan sebagainya).

BNP2TKI juga mempertimbangkan, mempersiapkan, dan menjadwalkan kapan penghentian penempatan TKI informal, khususnya penata laksana rumah tangga, ke luar negeri. Perencanaan itu seiring dengan kebijakan pengetatan yang saat ini berjalan, yakni, memastikan adanya peningkatan kualitas untuk menumbuhkan perlindungan diri sendiri (self protection), diplomasi memperkuat perlindungan di luar negeri (bilateral dan multilateral) supaya paspor dipegang oleh TKI dan TKI berhak mendapatkan hari libur per minggu dan cuti. Kemudian, mengubah live in menjadi live out system (tinggal di asrama bukan di rumah pengguna/majikan), dan penghentian penempatan (moratorium) ke negara penempatan yang tidak bisa memberikan perlindungan secara baik kepada TKI.

BNP2TKI pun meminta para pimpinan Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) agar meningkatkan kualitas pelatihan untuk calon TKI formal yang akan diberangkatkannya, serta memperbaiki Balai Latihan Kerja (BLK) yang dimiliki, agar TKI yang diberangkatkannya kelak bisa menjadi andalan di tempat kerjanya di luar negeri.

Dibanding sektor informal, bekerja sebagai TKI sektor formal jelas jauh lebih baik. TKI formal, dilindungi dengan undang-undang perburuhan atau undang-undang tenaga kerja di negara penempatan, jam kerja yang jelas, memiliki kontrak kerja yang jelas, terlindungi oleh undang-undang perburuhan, hubungan kerja obyektif, dan mendapat gaji lebih besar.(*Advertorial Persembahan BNP2TKI)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011