Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali melemah sebesar 50 poin pada Kamis pagi seiring dengan kondisi penanganan krisis di Eropa yang belum dinilai positif pelaku pasar.

Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksi antarBank di Jakarta Kamis pagi bergerak melemah 50 poin ke posisi Rp9.080 dibanding sebelumnya Rp9.030.

Analis Milenium Danatama Sekuritas, Ahmad Riyadi di Jakarta, Kamis mengatakan, rupiah kembali diperdagangkan melemah terhadap dolar AS setelah komentar pejabat senior Jerman yang pesimis dalam menangani masalah hutang dapat tercapai dalam pertemuan puncak nanti.

Ia menambahkan, pernyataan pejabat Jerman itu dikarenakan mengingat beberapa pemerintah nampaknya tidak benar-benar memahami permasalahan secara mendasar

"Komentar ItU direspon negatif oleh pasar, sehingga mengikis optimisme yang telah terbangun sebelumnya," kata dia.

Ia mengatakan, di samping itu, sejumlah analis berpendapat jika para investor mungkin akan mulai berhati-hati dalam mengambil posisi menjelang KTT Uni Eropa dan juga pertemuan kebijakan Bank Sentral Eropa (ECB).

"Penanganan krisis di Eropa belum pasti, banyak spekulasi di pasar, kondisi itu membuat investor cenderung memegang dolar AS agar lebih aman," kata dia.

Ia menambahkan, pasar keuangan global juga masih di dera sentimen negatif termasuk di dalam negeri paska peringatan dari lembaga pemeringkat Standard & Poor?s atas potensi "downgrade" yang mengancam sejumlah negara Uni Eropa.

Meski demikian, kata dia, pada dasarnya mata uang rupiah masih mempunyai ruang penguatan pada tren jangka panjang seiring dengan fundamental ekonomi Indonesia yang masih positif serta suku bunga yang masih cukup tinggi.

Ia menambahkan, terpilihnya deputi gubernur (DG) baru bidang Pengaturan dan Penelitian Perbankan yang dijabat, serta bidang Sistem Pembayaran dan Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) belum menjadi sentimen dalam negeri yang kuat.

"Pelaku pasar masih cenderung melihat kondisi sentimen eksternal," kata dia.(T.KR-ZMF/B/B008/B008)
(ZMF/B008)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011