Peshawar, Pakistan (ANTARA News) - Seorang komandan senior Taliban Afghanistan hari Senin membantah kelompok itu melakukan perundingan rahasia dengan AS yang telah mencapai sebuah titik peralihan.

"Bagaimana mungkin perundingan berlangsung pada tahapan kritis, sementara pembicaraan bahkan belum dimulai," kata komandan itu kepada Reuters melalui telefon menanggapi pernyataan sejumlah pejabat AS bahwa perundingan telah berlangsung selama 10 bulan terakhir dan kini mencapai titik peralihan.

Pejabat-pejabat AS mengatakan, mereka akan segera mengetahui apakah terobosan bisa dicapai untuk menuju perundingan perdamaian yang sasaran utamanya adalah mengakhiri perang Afghanistan.

Sebagai bagian dari diplomasi berisiko tinggi yang dipercepat, AS mempertimbangkan pemindahan tahanan-tahanan Taliban dari penjara militer Teluk Guantanamo ke pusat penahanan pemerintah Afghanistan.

Taliban sejauh ini bersikeras bahwa mereka tidak akan memasuki negosiasi bila pasukan asing masih berada di Afghanistan. Bahkan, jika mereka melakukan hal itu, mereka mungkin enggan mengakuinya.

Sejumlah komandan juga khawatir akan semangat para pejuang mereka di lapangan jika mereka tahu para pemimpin mereka melakukan perundingan.

"Sikap kami mengenai perundingan tetap sama. Semua pasukan pendudukan harus meninggalkan Afghanistan. Kemudian kami bisa berunding," kata komandan itu dari sebuah lokasi yang dirahasiakan.

Pada Oktober, Taliban berjanji akan berperang sampai semua pasukan asing meninggalkan Afghanistan.

Presiden Hamid Karzai dan negara-negara Barat pendukungnya telah sepakat bahwa semua pasukan tempur asing akan kembali ke negara mereka pada akhir 2014, namun Barat berjanji memberikan dukungan yang berlanjut setelah masa itu dalam bentuk dana dan pelatihan bagi pasukan keamanan Afghanistan.

Gerilyawan meningkatkan serangan terhadap aparat keamanan dan juga pembunuhan terhadap politikus, termasuk yang menewaskan Ahmed Wali Karzai, adik Presiden Hamid Karzai, di Kandahar pada Juli dan utusan perdamaian Burhanuddin Rabbani di Kabul bulan September.

Konflik meningkat di Afghanistan dengan jumlah kematian sipil dan militer mencapai tingkat tertinggi tahun lalu ketika kekerasan yang dikobarkan Taliban meluas dari wilayah tradisional di selatan dan timur ke daerah-daerah barat dan utara yang dulu stabil.

Sebanyak 711 prajurit asing tewas dalam perang di Afghanistan sepanjang tahun lalu, yang menjadikan 2010 sebagai tahun paling mematikan bagi pasukan asing, menurut hitungan AFP yang berdasarkan atas situs independen icasualties.org.

Jumlah kematian sipil juga meningkat, dan Kementerian Dalam Negeri Afghanistan mengumumkan bahwa 2.043 warga sipil tewas pada 2010 akibat serangan Taliban dan operasi militer yang ditujukan pada gerilyawan.

Taliban, yang memerintah Afghanistan sejak 1996, mengobarkan pemberontakan sejak digulingkan dari kekuasaan di negara itu oleh invasi pimpinan AS pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden, yang dituduh bertanggung jawab atas serangan di wilayah Amerika yang menewaskan sekitar 3.000 orang pada 11 September 2001.

Sekitar 130.000 personel Pasukan Bantuan Keamanan Internasional (ISAF) pimpinan NATO yang berasal dari puluhan negara berada di Afghanistan untuk membantu pemerintah kabul memerangi pemberontakan Taliban dan sekutunya.

Sekitar 521 prajurit asing tewas sepanjang 2009, yang menjadikan tahun itu sebagai tahun mematikan bagi pasukan internasional sejak invasi pimpinan AS pada 2001 dan membuat dukungan publik Barat terhadap perang itu merosot.

Gerilyawan Taliban sangat bergantung pada penggunaan bom pinggir jalan dan serangan bunuh diri untuk melawan pemerintah Afghanistan dan pasukan asing yang ditempatkan di negara tersebut.

Bom rakitan yang dikenal sebagai IED (peledak improvisasi) engakibatkan 70-80 persen korban di pihak pasukan asing di Afghanistan, menurut militer. (M014)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011