Pak Habibie selaku negarawan sangat terpanggil moral dan tanggung jawabnya guna menyelamatkan nasib Tuti"
Jakarta(ANTARA News) - Mantan Presiden Habibie dan Pangeran Walid Talal Saud tengah membahas pembebasan Tuti Tursilawati (27) dari eksekusi hukuman mati di Arab Saudi, demikian Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat melaui email kepada ANTARA, Minggu.

Jumhur menyebutkan pertemuan Habibie dan Pangeran Al Walid bin Talal Al Saud berlangsung di Istana Kerajaan Arab Saudi di Riyadh pada pukul 15.00 waktu setempat atau 19.00 WIB.

Pangeran Walid adalah pengusaha sangat berpengaruh di Arab Saudi sekaligus keponakan Raja Abdullah Bin Abdul Azis Al Saud.

Habibie didampingi Satgas WNI/TKI Terancam Hukuman Mati Di Luar Negeri pimpinan mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni.

Jumhur memperoleh informasi ini dari juru bicara Satgas WNI/TKI Terancam Hukuman Mati Di Luar Negeri Humphrey R Djemat sesaat Habibie dan Satgas tiba di Riyadh.

Tuti Tursilawati adalah TKI asal Desa Cikeusik RT 01/RW 01 Kecamatan Sukahaji, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, yang tengah menghadapi ancaman hukuman mati di Arab Saudi. 

Jumat lalu (23/12), Jumhur menemui BJ Habibie untuk mengupayakan pembebasan Tuti sebagaimana diminta keluarga Tuti melalui ayahnya, H Ali Warjuki saat bertandang ke BNP2TKI di Jakarta pada 5 Oktober lalu bersama sejumlah aktivis buruh migran dari Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI).

"Pak Habibie selaku negarawan sangat terpanggil moral dan tanggung jawabnya guna menyelamatkan nasib Tuti sehingga bersedia berangkat ke Arab Saudi bersama tim Satgas," kata Jumhur.

Permintaan kepada BJ Habibie didasarkan usulan pengacara dan sejumlah tokoh di Arab Saudi untuk melibatkan mantan Presiden RI itu karena dipandang oleh lingkungan kerajaan dan pengusaha ternama Arab Saudi, memiliki pengaruh internasional sebagai cendekiawan muslim dunia.

Tuti diberangkatkan ke Arab Saudi oleh PT Arunda Bayu pada 5 September 2009 dan dipekerjakan di keluarga Suud Malhaq Al Utaibi di Kota Thaif, Arab Saudi, sebagai TKI penata laksana rumah tangga menggunakan jasa agensi di Arab Saudi yaitu "Adil for Recruitment".

Pada 11 Mei 2010, Tuti diketahui membunuh Suud Malhaq Al Utibi setelah Tuti dilecehkan secara seksual oleh majikannya.  Tuti lalu kabur dengan membawa uang 31.500 Real Saudi dan satu buah jam tangan dari rumah keluara majikannya.  Selanjutnya ditangkap polisi di tempat lain.

Di hadapan polisi setempat pada 18 Mei 2010, dan didampingi Konsulat Jenderal RI Jeddah, Tuti mengakui seluruh perbuatannya. "Tuti juga ditahan di penjara Kota Thaif sampai saat ini," kata Jumhur.

Proses peradilan kasus Tuti telah berjalan hingga tahap akhir di Mahkamah Ulya (Pengadilan Tinggi), di samping melibatkan peran Lembaga Ishlah wal-`afwu (lembaga perdamaian dan pemaafan) sebagaimana lazimnya berlaku di Arab Saudi untuk mengupayakan perdamaian berupa tanazul (pemaafan) dengan keluarga korban.

"Sejauh ini keluarga korban belum dapat memaafkan pelaku serta menolak digantikan dengan pembayaran denda dalam bentuk diyat," ujar Jumhur.

Jumhur mengatakan masih ada waktu untuk mendapatkan pemaafan dari keluarga korban.

Dia juga menungkapkan, Presiden SBY telah menyampaikan surat kepada Raja Abdullah pada 6 Oktober 2011 yang meminta penundaan hukuman mati dan memohon Raja Abdullah membantu upaya pemaafan Tuti oleh  keluarga korban.(*)

B009/R010

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011