NTT bukan Nasib Tidak Tentu atau Nanti Tuhan Tolong seperti yang dianekdotkan banyak orang, tetapi NTT adalah Nusa Tetap Tenteram, karena semua orang NTT sangat menghormati dan menghargai adanya perbedaan dan aliran kepercayaan seperti yang ditradisi
Kupang (ANTARA News) - Ratusan orang Lamaholot atau lebih kesohor dengan sebutan "Solor Watan Lema", Selasa (3/1), memadati Gelanggang Olah Raga Flobamora Kupang untuk menghadiri perayaan Natal bersama Gubernur NTT Frans Lebu Raya dan Wakilnya Esthon L Foenay.

Warga Solor Watan Lema yang merupakan turunan Sina-Jawa-Malaka itu datang dari Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor dengan latar belakang agama yang berbeda-beda, yakni Katolik, Kristen Protestan dan Islam. Mereka menyatu dalam acara Natal bersama itu.

Tiga orang pemimpin umat, yakni Romo Kanis Pen dari unsur Katolik, Pendeta E Yahya R Luakusa dari unsur Kristen Protestan dan KH Saleh Orang dari unsur Islam didaulat untuk memberikan renungan Natal serta toleransi kehidupan umat beragama dan antaragama di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tampilnya KH Saleh Orang dalam acara Natal bersama orang Lamaholot itu, bukan hal baru dan luar biasa karena orang Lamaholot menjunjung tinggi nilai-nilai budaya serta toleransi antarumat beragama dan antaragama di lingkungan Lamaholot.

Menurut antropolog sosial Dr Chris Boro Tokan SH.MH, asal usul turunan orang Lamaholot merupakan pengaruh Hindu-Budha dari India Belakang yang diikuti pengaruh Islam dari Gujarat dan Persia dengan arus aliran persinggahan dari India ke Malaka serta dari China ke Muangthai kemudian bertemu di pusarana nusantara dengan persinggahan di Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Pengaruh budaya tersebut kemudian mewariskan puing-puing kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatera, Candi Borobudur dan Kerajaan Majapahit di Pulau Jawa, Kerajaan Kutai di Pulau Kalimantan.

Dari sana arus perubahan bergerak masuk ke Kepulauan Timor, termasuk Kepulauan Solor sebagai wilayah Lamaholot atau yang sering disebut "Solor Watan Lema".

Boro Tokan yang juga Dosen Luar Biasa di Bidang Hukum dan Perubahan Sosial Fakultas Pascasarjana Bidang Ilmu Hukum Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang itu mengatakan setelah arus tradisional itu membawa babak perubahan sosial di Lamaholot, giliran arus religius mengisi babak baru Lamaholot melalui imperialisme bangsa Portugis yang menularkan agama nasrani (Katolik) di Lamaholot.

Sementara itu, masuknya muslim di Lamaholot disinyalir kuat sebagai perpindahan arus konflik dari Ternate dan Tidore (Maluku) antara Kesultanan Ternate dan Tidore (Muslim), meski sebelumnya Islam Malaka telah masuk lebih dahulu melalui arus Sina-Jawa-Malaka.

"Dari sinilah imperialisme Portugis dan Belanda membagi kekuasaan di Kepulauan NTT. Portugis berkuasa di Timor Timur dan sebagian wilayah Timor bagian barat NTT seperti Belu dan Timor Tengah Utara serta Pulau Flores dan Kepulauan Solor, sedang Belanda berkuasa di Timor Barat serta Sumba dan Rote," katanya.

Ia menambahkan nilai religius (nasrani dan muslim) telah membentuk keyakinan generasi baru Lamaholot yang tidak dapat menghilangkan warisan keyakinan generasi primitif Lamaholot yang mengimplementasikan keyakinan itu dengan sebutan "hulen baat tonga belolo, rera wulan tanah ekan" (yakin akan pencipta langit dan bumi) dan keyakinan generasi tradisional Lamaholot tentang lewotanah (kampung halaman).

Boro Tokan menambahkan, manusia Lamaholot dengan pola pikir primitif dapat tertelusuri dalam sejarah oral asal usul pemuda Patigolo Arakian di Gunung Ile Mandiri dengan isterinya Watowele, seorang putri titisan dari Ile Mandiri.

Selain itu, dapat ditelusuri pula melalui sejarah oral pemuda Kelake Ado Pehan dengan isterinya Kwae Sode Boleng, seorang putri titisan Ile Boleng di Pulau Adonara serta pemuda Uwe Kole dengan seorang putri yang merupakan jelmaan alam dari ubi hutan.

Tahapan primitif manusia Lamaholot dalam masa transisi ke tahapan tradisional ditandai dengan adanya Kerajaan Lewo Nama yang dipimpin oleh turunan dari Patigolo Arakian.

Di bagian timur laut Pulau Adonara, berdirilah Kerajaan Molo Gong dan di selatan barat daya pulau itu berdirilah Kerajaan Wotan Ulu Mado.

Di bagian tengah Pulau Adonara berdirilah Kerajaan Libu Kliha dan di selatan berdirilah Kerajaan Lamahala, Terong dan Kerajaan Lian Lolon yang merupakan cikal bakal Kerajaan Adonara.

Selain itu, ada juga Kerajaan Awo Lolon di Pulau Pasir dekat Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata di Pulau Lembata serta Kerajaan Lamakera dan Lohayong di Pulau Solor.

Nilai magic kehidupan yang diyakini manusia primitif Lamaholot saat itu amat mencengangkan, yakni melalui keyakinan holistik yang menyatukan alam semesta dengan manusia.

"Sang pencipta, alam semesta dan manusia sebagai satu kesatuan total yang tidak dapat dipisah-lepaskan melalui ketaatan manusia dalam keyakinan Lamaholot yang disebut "hungen baat tonga belolo rera wulan tanah ekan". Keunggulan manusia primitif Lamaholot, dapat menyatukan jagat dalam mengarungi sebuah misi perjalanan yang jauh dalam bahasa setempat disebut `bua buku tanah`," kata Boro Tokan.

Ia menambahkan dari tahapan primitif ke tahapan tardisional itulah mengalir paham Sina Jawa yang disinyalir membawa masuk ajaran dan keyakinan Hindu-Budha dalam proses membentuk keyakinan tradisional orang Lamaholot sampai sekarang.

Tidaklah mengherankan jika dalam renungan Natalnya, KH Saleh Orang mengajak semua umat beragama di Indonesia untuk belajar tentang tradisi kerukunan umat beragama dan antaragama orang Lamaholot di NTT.

"NTT bukan Nasib Tidak Tentu atau Nanti Tuhan Tolong seperti yang dianekdotkan banyak orang, tetapi NTT adalah Nusa Tetap Tenteram, karena semua orang NTT sangat menghormati dan menghargai adanya perbedaan dan aliran kepercayaan seperti yang ditradisikan orang Lamaholot ini," katanya.

Gubernur NTT Frans Lebu Raya pun menjuluki NTT sebagai "Nusa Tenang Tenteram" karena toleransi kehidupan umat beragama di daerah provinsi kepulauan ini sudah terpelihara dengan baik selama bertahun-tahun.

"Kerukunan hidup umat beragama di NTT telah memberi gambaran nyata bahwa NTT sesungguhnya `Nusa Tenang Tenteram`. Saya berada di sini untuk memimpin perayaan Natal bersama Pendeta E Yahya R Luakusa dan Romo Kanis Pen serta KH Saleh Orang.

Situasi ini tidak pernah terjadi di daerah lain, bahkan di dunia dan ini menggambarkan bahwa kita tetap rukun, damai dan tenteram," katanya.

Di lingkungan Lamaholot, saat perayaan Natal atau Paskah, umat muslim selalu bertindak sebagai panitia Natal bersama.

Mereka menyiapkan segala sesuatunya untuk saudara-saudaranya dari Kristen usai gereja.

Jika tibanya Hari Raya Idul Fitri, umat Kristiani lah yang bertindak sebagai panitia halalbihalal untuk saling bersalam-salaman dan memafaatkan satu sama lain.

Mereka duduk bersama, minum bersama, makan bersama dan setelah itu bubar bersama-sama.

Tradisi ini sudah lama berlangsung dan tetap dipertahankan oleh orang Lamaholot sampai detik ini.

Menurut pendapat Airlangga Pribadi, Pengajar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga Surabaya, hak dan tanggung jawab sebagai warga negaralah yang membentuk kesadaran berdemokrasi, HAM, dan penghormatan terhadap pluralitas.

Kondisi ini, kata dia, berbeda dengan perjalanan banyak negara Eropa, sejak awal nasionalisme Indonesia dibangun atas rantai keterkaitan gugus entitas kultural yang plural dalam etnis, ras, agama, dan golongan.

Sejak awal, pluralisme telah disadari oleh para pendiri republik tidak saja sebagai hak dari tiap-tiap orang yang mengaku menjadi bangsa Indonesia.

Lebih dari itu, dalam sejarahnya tiap-tiap bagian bangsa ini telah berkorban, memberi, dan berperan dalam perjuangan membentuk Indonesia.

Dalam narasi sejarah demikian, kata Airlangga, nasionalisme sebagai ikatan kultural yang berbineka sejak awal telah menubuh dalam kesadaran patriotisme sebagai komitmen politik untuk membentuk negara-bangsa dengan segenap spirit kewargaannya.

Konstruksi kebangsaan inilah yang ditekankan Soekarno dalam Lahirnja Pantjasila: "Kita mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia. Semua buat semua!"

Menurut Airlangga, seruan Bung Karno bahwa Indonesia milik semua sejalan dengan ajakan Abdurrahman Wahid, bahwa dalam ikatan keindonesiaan tidak boleh ada kelompok yang diistimewakan satu di atas yang lain.

Sebab tiap-tiap bagian dari bangsa Indonesia memiliki kontribusi penting dalam pembentukannya.

Orang Lamaholot di NTT yang meliputi Flores Timur daratan, Pulau Adonara, Lembata, Solor dan Alor sangat menyadari akan pesan yang disampaikan oleh Bung Karno serta ajakan dari KH Abdurrahman "Gus Dur" Wahid tersebut sehingga tetap rukun dan damai meski berbeda agama dan aliran kepercayaan.
(L003)

Oleh Laurensius Molan
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2012