Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengabulkan permohonan perlindungan Amar Abdullah, korban penganiayaan yang mengalami kebutaan akibat penganiayaan yang diduga dilakukan oleh Fenly Mercurius Lumbuun gara-gara menendang pagar rumahnya pada 11 Juli 2011.

"LPSK memutuskan permohonan perlindungan bagi Amar berdasarkan keputusan rapat paripurna pada Selasa (10/1)," ungkap Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, di Jakarta, Rabu.

Haris mengatakan, pihaknya menerima permohonan perlindungan Amar yang saat ini mendekam di Rutan Cipinang itu sesuai dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, dimana saksi, korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya dan pemenuhan hak prosedural Amar sebagai korban dalam kasus penganiayaan yang dialaminya.

Akibat tindakan penganiayaan yang dialami Amar dan mengakibatkan kebutaan pada mata kanannya. Amar, kata dia, seharusnya dapat mengajukan upaya restitusi (ganti rugi) kepada pengadilan.

"Sebagai korban tindak pidana, Amar seharusnya mendapat ganti rugi atas penderitaan yang dialaminya. Pengajuan restitusi dapat diajukan Amar melalui LPSK sesuai ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban," tuturnya.

Terhadap upaya restitusi tersebut, pihaknya akan mendorong Amar untuk mengajukan restitusi atas dampak kebutaan yang dialaminya.

Pengajuan restitusi tersebut dapat berupa biaya pengobatan akibat penganiayaan yang dialami atau penderitaan hilangnya pendapatan akibat kebutaan yang dialami Amar.

"Amar hanya mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada LPSK, untuk pengajuan restitusinya Amar perlu mengajukan tersendiri untuk diajukan LPSK melalui pengadilan," kata Haris

Sebelumnya, Humas LPSK Maharani Siti Sophia menilai ada kejanggalan dalam proses hukum terdakwa Amar Abdullah yang dipidana karena menendang pagar rumah milik Fenly, sehingga harus dipenjara.

"Amar yang sebagai korban penganiayaan kenapa justru harus ditahan di penjara. Seharusnya ancaman perbuatan tidak menyenangkan sebagaimana yang dituduhkan Fenly itu di bawah 5 tahun dan tidak perlu ditahan," katanya.

Menurut dia, Amar merupakan korban dari suatu tindak pidana berupa penganiayaan yang sudah ditetapkan pelakunya.

Akibat kejadian itu, Amar mengalami gangguan penglihatan dan juga berpotensi kehilangan pekerjaan.

"Seharusnya ini tidak boleh terjadi, apalagi posisi Amar dalam perkara itu sebagai korban. Bahkan, Amar berhak mengajukan hak restitusinya sebagai korban sebagaimana ketentuan Pasal 7 UU 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban amar," kata Rani.

Kasus tersebut bermula dari tindakan Amar yang secara refleks menendang pagar rumah Fenly Jl Kayu Manis VI, Jakarta Timur.

Amar refleks menendang karena kaget anjing milik Fenly yang berada di balik pagar menyalak ketika Amar sedang melintas di depan rumah tersebut pada 11 Juli 2011 lalu.

Tidak terima pagarnya ditendang, Fenly kemudian mengejarnya dan memukul Amar dengan benda tumpul hingga terluka dan mengalami kebutaan di mata kiri. Keduanya pun saling melaporkan kasus itu kepada aparat kepolisian setempat.

Fenly melaporkan Amar ke polisi dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan, sementara Amar melaporkan Fenly dengan tuduhan melakukan penganiayaan. Kasus itupun sampai ke meja hijau.

Di PN Jakarta Timur, hakim memvonis Fenly dengan hukuman 2,5 tahun penjara. Namun, sehari sebelum vonis dibacakan, Amar dimasukkan ke Rutan Cipinang sebagai proses dari pengaduan Fenly.
(T.S037/Z002)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2012