Jakarta (ANTARA) - Terdakwa kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi Neneng Sri Wahyuni disebut memiliki peran dalam proyek senilai Rp8,9 miliar tersebut.

Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ruwaidah Afiyati yang menjadi saksi ahli dalam persidangan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, menyebutkan ada fakta keterlibatan Neneng Sri Wahyuni dalam proyek PLTS di Kemnakertrans 2008.

Berdasarkan klarifikasi BPK terhadap sejumlah pihak, ia mengatakan istri Muhammad Nazaruddin itu memiliki peran dalam proyek tersebut, salah satunya terkait kuasa terdakwa atas pencairan keuangan proyek PLTS milik PT Alfindo Nuratama Perkasa.

Tidak hanya itu, Ruwaidah yang menjadi saksi ahli menyebutkan bahwa terdakwa juga memiliki kuasa atas keuangan PT Anugrah Nusantara. Pencairan uang atas nama perusahaan tersebut hanya bisa jika telah dibubuhi tanda tangan istri Muhammad Nazaruddin ini.

Sebelumnya pada hampir setiap persidangan Neneng selalu membantah dirinya memiliki peran dalam proyek PLTS senilai Rp8,9 miliar tersebut.

Ia mengatakan dirinya hanya ibu rumah tangga biasa dan bukan Direktur Keuangan PT Anugrah Nusantara seperti yang banyak disebutkan mantan stafnya.

Ia bahkan menyebutkan tidak tahu menahu semua masalah yang berkaitan dengan perusahaan suaminya (Muhammad Nazaruddin).

Dalam persidangan hanya kesaksian Nazaruddin saja yang isinya mengamini pernyataan Neneng Sri Wahyuni tersebut. Sedangkan saksi-saksi lain seperti mantan staf keuangan Grup Permai Oktarina Puri, Yulianis, dan mantan Direktur Pemasaran Grup Permai justru menyebutkan adanya peran terdakwa dalam hal keuangan perusahaan.

Para saksi tersebut pun menyebutkan bahwa Neneng menerima gaji setiap bulan dari Grup Permai sama dengan Nazaruddin dan Anas Urbaningrum.

Sebelumnya jaksa penuntut umum mendakwa Neneng Sri Wahyuni baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi sehingga merugikan keuangan negara sekitar Rp2,72 miliar.

Jaksa mendakwa Neneng secara alternatif yakni melanggar Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Istri Nazaruddin ini terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara ditambah denda maksimal Rp1 miliar.

Lebih lanjut jaksa menyebut terdakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan mengintervensi pejabat pembuat komitmen (PPK) dan panitia pengadaan dalam penentuan pemenang lelang proyek PLTS di Kemnakertrans 2008.

Selain itu jaksa juga menyebut terdakwa telah mengalihkan proyek yang dimenangkan PT Alfindo Nuratama Perkasa kepada PT Sundaya Indonesia. Hal tersebut bertentangan dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa.

Perbuatan terdakwa kasus dugaan tindak pidana korupsi ini telah merugikan negara hingga mencapai Rp2 miliar. Uang tersebut diduga mengalir ke PT Anugrah Nusantara.
(V002)

Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013