Keadaan tenang pagi ini. Pasar mulai buka, kendaraan lalu-lalang lagi di jalan, dan penduduk berani keluar dari rumah mereka,"
Bamako (ANTARA News) - Pasukan Mali melakukan pemeriksaan di rumah-rumah penduduk di Timbuktu, Senin, setelah bentrokan beberapa jam dengan militan yang menyusup ke kota gurun wilayah utara itu.

Penduduk mengatakan, keadaan kembali tenang pada Minggu malam setelah bentrokan hebat dan serangan udara jet tempur Prancis yang membantu pasukan Mali membuat warga terpaksa berlindung di dalam rumah.

Pertempuran itu mencerminkan sulitnya mengamankan Mali setelah intervensi militer Prancis pada Januari yang berhasil menghalau militan dari pangkalan-pangkalan mereka di wilayah utara.

"Keadaan tenang pagi ini. Pasar mulai buka, kendaraan lalu-lalang lagi di jalan, dan penduduk berani keluar dari rumah mereka," kata warga Timbuktu Garba Maiga melalui telefon seperti dilansir Reuters.

Sumber-sumber militer Mali mengatakan, pasukan memeriksa bagian-bagian kota itu untuk memastikan bahwa tidak ada lagi gerilyawan.

Menurut keterangan pemerintah pada Minggu malam, sedikitnya satu prajurit Mali dan lebih dari 20 militan tewas dalam bentrokan. Penduduk mengatakan, sedikitnya lima warga sipil tewas terperangkap dalam tembak-menembak.

Seorang juru bicara militer mengatakan, kelompok-kelompok pemberontak memasuki kota itu setelah melakukan serangan bom mobil bunuh diri di sebuah pos pemeriksaan untuk mengalihkan perhatian militer.

Prancis akan mengurangi pasukannya yang kini berjumlah 4.000 orang menjadi 1.000 pada akhir tahun ini ketika mereka menyerahkan misi itu kepada pasukan regional Afrika.

Prancis, yang bekerja sama dengan militer Mali, pada 11 Januari meluncurkan operasi ketika militan mengancam maju ke ibu kota Mali, Bamako, setelah keraguan berbulan-bulan mengenai pasukan intervensi Afrika untuk membantu mengusir kelompok garis keras dari wilayah utara.

Mali, yang pernah menjadi salah satu negara demokrasi yang stabil di Afrika, mengalami ketidakpastian setelah kudeta militer pada Maret 2012 menggulingkan pemerintah Presiden Amadou Toumani Toure.

Masyarakat internasional khawatir negara itu akan menjadi sarang baru teroris dan mereka mendukung upaya Afrika untuk campur tangan secara militer.

PBB telah menyetujui penempatan pasukan intervensi Afrika berkekuatan sekitar 3.300 prajurit di bawah pengawasan kelompok negara Afrika Barat ECOWAS. Dengan keterlibatan Chad, yang telah menjanjikan 2.000 prajurit, berarti jumlah pasukan intervensi itu akan jauh lebih besar.

Kelompok garis keras, yang kata para ahli bertindak di bawah payung Al Qaida di Maghribi Islam (AQIM), menguasai kawasan Mali utara, yang luasnya lebih besar daripada Prancis, sejak April tahun lalu.

Pemberontak suku pada pertengahan Januari 2012 meluncurkan lagi perang puluhan tahun bagi kemerdekaan Tuareg di wilayah utara yang mereka klaim sebagai negeri mereka, yang diperkuat oleh gerilyawan bersenjata berat yang baru kembali dari Libya. Namun, perjuangan mereka kemudian dibajak oleh kelompok-kelompok muslim garis keras.

Kudeta pasukan yang tidak puas pada Maret dimaksudkan untuk memberi militer lebih banyak wewenang guna menumpas pemberontakan di wilayah utara, namun hal itu malah menjadi bumerang dan pemberontak menguasai tiga kota utama di Mali utara dalam waktu tiga hari saja.

(M014)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013