Semarang (ANTARA News) - Hakim ad hoc nonaktif Pengadilan Tipikor Semarang Kartini Julianna Mandalena Marpaung mengatakan ada sejumlah kejanggalan dalam penangangan kasus suap terkait korupsi APBD Kabupaten Grobongan, Jawa Tengah.

Kartini yang menjadi terdakwa dalam kasus suap penanganan kasus korupsi APBD Grobogan, dalam pembelaannya pada persidangan di Pengadilan Tipikor Semarang Selasa mengatakan, kejanggalan penanganan kasus suap tampak sejak proses penangkapan hingga persidangan.

"Hingga saat ini jaksa penuntut umum dari KPK tidak memperlihatkan rekaman kamera CCTV yang ada di Pengadilan Negeri Semarang dan rekaman video "handycam" saat proses penangkapan saya dan hakim Heru Kisbandono," kata terdakwa Kartini di hadapan majelis hakim yang diketuai Ifa Sudewi.

Ia mengatakan, pada rekaman tersebut bisa dilihat jika petugas KPK tidak menemukan alat bukti berupa uang suap saat melakukan penggeledahan fisik terhadap dirinya.

"Selain ada beberapa alat bukti yang tidak dihadirkan pada sidang, keterangan sejumlah saksi banyak yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan seperti yang saya ketahui," ujar Kartini yang mengenakan pakaian setelan cokelat.

Menurut dia, jaksa penuntut umum hanya mendasarkan pada kesaksian terdakwa Heru Kisbandono yang tidak benar.

"Kesaksian yang menyebutkan saya bertemu beberapa kali dengan Heru itu tidak benar karena saya hanya sekali bertemu dengan Heru, itu pun cuma membahas tunjangan hakim ad hoc Tipikor," katanya.

Oleh karena itu, katanya, jaksa penuntut umum dari KPK tidak objektif selama proses persidangan berlangsung.

Usai membacakan pledoi, terdakwa Kartini meminta kepada majelis hakim agar memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi dirinya, keluarga, dan kerabatnya yang telah menanggung rasa malu karena telah dihukum secara moral.

"Pengadilan harus bebas dari opini publik karena pengadilan bukanlah lembaga penghukum ataupun pembalasan kepada para terdakwa tapi penguji kebenaran untuk keadilan," ujar terdakwa Kartini.

Pada sidang sebelumnya, terdakwa Kartini dituntut hukuman pidana selama 15 tahun penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider lima bulan penjara oleh jaksa penuntut umum KPK.

Menurut tim jaksa penuntut umum, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terdakwa lain.

Atas perbuatannya tersebut, terdakwa melanggar Pasal 12 ayat 1 (c) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31/1999 juncto Pasal 55 ayat 1 KUH Pidana.

Pada 17 Agustus 2012 sekitar pukul 10.00 WIB, tim KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua orang hakim "ad hoc" Pengadilan Tipikor di Semarang.

Kedua hakim tersebut adalah KM (Kartini Marpaung) yang merupakan hakim ad hoc pengadilan Tipikor Semarang dan HK (Heru Kusbandono), hakim ad hoc

Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2013