Pengalaman saya beberapa tahun belakangan ini membuat saya makin dewasa dan makin memampukan saya menjadi pelatih Milan
Jakarta (ANTARA News) - Aneka tudingan jauh dari positif kini mengarah kepada Clarence Seedorf. Pelatih anyar AC Milan itu disebut-sebut sebagai sosok jinak-jinak merpati ketika berhadapan dengan dua pembesar klub, sebut saja dua bos "I Rossoneri", Silvio Berlusconi dan Adriano Galliani.

Seedorf dituding cenderung suka menyenang-nyenangkan dan menggolkan kemauan bos karena mengidap virus "asal bapak senang" atau ABS.

Media massa Italia menyebut bahwa pelatih asal Belanda itu menjalin hubungan harmonis dengan Berlusconi dan Galliani. Ini berseberangan dengan pelatih sebelumnya Massimiliano Allegri yang membuat kedua pembesar klub cepat-cepat mengacungkan palu godam pemecatan.

Allegri jelas-jelas bukanlah anak manis. Kalau demikian, apakah jalinan hubungan harmonis dengan bos klub pada akhirnya menentukan sukses tidaknya "Il Diavolo Rosso" mengarungi samudera laga Serie A?

Benar, bahwa di bawah arahan Allegri, Mario Balotelli dan kawan-kawan terjengkang ke peringkat kesebelas dengan mengemas 22 poin pada pekan ke-19 klasemen Serie A musim 2013/14. Benar juga, bahwa Milan nyaris tidak mungkin lagi meraih scudetto, justru mereka terancam terkena degradasi jika tidak segera menggelorakan semangat.

Apakah memang Seedorf punya sentuhan Midas untuk mengubah nasib buruk Milan? Apakah Seedorf mampu merayu dewi Fortuna untuk bersedia berjodoh dengan klub dari kota mode itu?

Midas, dalam legenda Yunani kuno, tampil sebagai raja di Phrygia, daerah kuno di Asia Kecil. Ia dikisahkan sebagai raja yang suka menyombong-nyombongkan diri sebagai ahli musik.

Dikisahkan pula bahwa, selama lomba musik antara Apollo dan Pan, Midas duduk sebagai ketua dewan juri. Tanpa tedeng aling-aling, ia menunjukkan kesenangan terhadap gaya permainan Pan. Apa yang terjadi? Merasa terhina, Apollo memutuskan untuk membalas dendam dengan melontarkan kutukan kepada Midas yang dianggap mbalelo.

Suatu hari, ketika Midas sedang disisiri oleh para budaknya, seorang budak menemukan sesuatu yang aneh pada telinga sang raja. Telinga itu ditumbuhi banyak bulu dan terlalu runcing.

Midas berpikir, penglihatannya buruk. Hari demi hari, telinga Midas terus memanjang. Ia kalap kemudian menghardik para budak untuk bersikap ABS, dengan berbohong sekalipun.

Midas beranggapan bahwa hamba sahaya sepatutnya menyembah dan melindungi nama baik bos dan menyukseskan segala program atasan apapun alasannya.

Para budak tidak mampu menahan diri dengan menjaga "nama baik" Midas. Setelah beberapa pekan diam seribu bahasa karena terdorong sikap ABS, budak itu kemudian menggali lubang di tanah dan membisikkan kata-kata ini, "Raja Midas memiliki telinga keledai."

Atas berkat dewa, suara hati budak itu bertuah. Suara itu sedikit demi sedikit terdengar nyaring lewat jendela-jendela istana, sampai semua orang dapat menangkap kata-katanya dengan jelas, "Raja Midas memiliki telinga keledai, telinga keledai."

Semua orang di kerajaan itu akhirnya mengetahui dan mengulang-ulang berita yang merupakan amanat hatinurani budak. Dengan tertawa, semua orang di kerajaan berseru, "Raja Midas memiliki telinga keledai, telinga keledai." Inilah akhir dari raja yang suka bermain-main dengan ABS.

Seedorf ingin mengulang sukses ala Midas. Sebagai pemain, ia dapat menepuk dada. Musim terbaik Milan bersama gelandang bertalenta itu terjadi pada 2002-2004 ketika membawa klub itu menjadi juara Serie A, Liga Champions, Piala Italia, dan Piala Super Eropa.

Sebagai pemain, Seedorf punya kemampuan mengolah bola yang ciamik, bahkan ia kerapkali mengemban tugas sebagai jenderal lapangan tengah. Ia juga tampil sebagai "presiden" di ruang ganti pemain. Pendapatnya tidak jarang diamini oleh koleganya di klub.

Apakah Seedorf lantas mampu menerjemahkan semua hal yang positif itu ketika ia mengemban tugas sebagai pelatih?

Ia cepat-cepat menjawab keraguan itu dengan menunjuk bahwa pengalaman berlaga di klub Botafogo, Brasil telah mampu membuat suara kritis para budak terdiam untuk tidak mengatakan "Raja Midas memiliki telinga keledai, telinga keledai."

"Pengalaman saya beberapa tahun belakangan ini membuat saya makin dewasa dan makin memampukan saya menjadi pelatih Milan...," kata Seedorf.

Lantas apa yang akan dibawa Seedorf bagi Milanello? Ia tidak lebih asupan darah segar bagi semangat Milan yang sedang tidak bugar. Ia punya segepok naluri menang yang siap disuntikkan kepada seluruh punggawa "I Rossoneri".

"Ia tahu budaya dan lingkungan Milan," kata asisten pelatih Mauro Tassotti. "Saya berharap ada perubahan mentalitas bertanding dan kembali kepada nilai-nilai lama yang menyemangati seluruh anggota skuad. Ini yang dinanti oleh para pemain," katanya juga.

Carlo Ancelotti juga memuji mantan pemain timnas Belanda itu. "Saya tahu sangat baik siapa Clarence. Ia pemain bermental dan berkepribadian tangguh. Saya yakin ia punya modal pengetahuan yang memadai di dunia sepak bola," kata pelatih Real Madrid itu.

Hanya saja, apakah Seedorf punya pengalaman sebagai pelatih mengingat kondisi Milan yang sedang dilanda gonjang-ganjing? Klub itu sedang ditimpa dua krisis.

Dibandingkan dengan Juventus yang kini memimpin klasemen Serie A, kini Milan tertinggal 30 poin. Dibandingkan dengan Bologna yang nota bene berada di batas degradasi (posisi ke-18), Milan hanya meraih keunggulan enam poin (22-16). Ini krisis pertama.

Krisis kedua, Kaka yang awalnya diharapkan menjadi mesin gol belum menemukan kemampuan terbaik seperti lima tahun lalu ketika kali terakhir tampil membela "I Rossoneri". Pada musim 2008/09, Kaka turun dalam 31 laga, dan bintang asal Brasil itu mampu mencetak 16 gol.

Mantan pemain bintang Milan, Ruud Gullit mengaku terkejut dengan keputusan penunjukan Seedorf sebagai allenatore klub itu, meskipun di sana ia dibantu oleh dua asisten pelatih, yakni Hernan Crespo dan Jaap Stam.

Jika memang Seedorf ingin beroleh hasil positif, ia memerlukan dukungan dari sejumlah pemain yang sedang bersinar, sebut saja pemain veteran, dari  Christian Abbiati sampai Ricky Kaka, kapten Riccardo Montolivo, Nigel de Jong, Philippe Mexes dan Mario Balotelli. Belum lagi debutan anyar, Keisuke Honda dan Adil Rami.

Menariknya, akhir Mei lalu, Curva Sud mengeluarkan pernyataan negatif soal Seedorf. "Seedorf atau yang lainnya tidak memiliki pengalaman yang cakap." Dua hari kemudian kelompok garis keras pendukung Milan menggelar unjuk rasa di markas klub itu dengan membentangkan poster ukuran raksasa bertuliskan, "Seedorf, no grazie" (Seedorf, tidak terima kasih).

Bagaimana sampai muncul reaksi seperti itu? Seedorf disebut-sebut punya dispensasi tertentu, alias menerima tiket ABS dari sejumlah pembesar Milan. Pertanyaan lanjutannya, apakah ia memang punya brevet pelatih, meski Seedorf melesat sebagai pemain di Ajax, Real Madrid, dan Milan? Ia membela Botafogo selama 18 bulan.

Dengan menunjuk Seedorf, manajemen Milan ingin mengulangi sukses ketika mengangkat Fabio Capello sebagai manajer pada 1991. Hanya saja apakah situasi Milan di tahun 1991 sama persis dengan situasi tahun 2013/14 ini?

Jawaban cemerlang atas pertanyaan itu meluncur justru dari Marco van Basten. Sama-sama dari Belanda, tidak lantas membuat mantan pemain sekelas van Basten serta merta main kongkalikong dengan mendukung penunjukan Seedorf menjadi pelatih Milan.

"Keputusan Milan sungguh brilyan," katanya kepada Nos. "Meskipun penunjukan itu beresiko juga. Tidak ada yang tahu bagaimana Seedorf mampu menguasai situasi yang kini sedang melanda klub itu."

"Saya berpendapat bahwa keputusan itu sungguh bijak, meski ini bukan hanya pendapat saya pribadi. Toh, keputusan ini pada akhirnya bukan saya yang memutuskan," kata van Basten yang kini menangani klub Heerenven.

Baik diulangi pernyataan van Basten bahwa tidak ada yang tahu bagaimana Seedorf mampu menguasai situasi yang kini sedang melanda klub itu.

Baik juga diulangi, bahwa para budak tidak mampu menahan diri dengan menjaga "nama baik" Midas. Setelah beberapa pekan diam seribu bahasa karena terdorong sikap ABS, budak itu kemudian menggali lubang di tanah dan membisikkan kata-kata ini, "Raja Midas memiliki telinga keledai."
(T.A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2014