Kejaksaan belum maksimal dalam melaksanakan eksekusi, kejaksaan masih tergolong lambat, terutama dikaitkan dengan masih banyaknya terpidana kasus korupsi yang belum dieksekusi karena buron atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO)."
Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyatakan kejaksaan jangan berpuas diri setelah menjebloskan buronan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Adrian Kiki Ariawan ke LP Cipinang setelah sebelumnya diekstradisi dari Australia.

"Kejaksaan belum maksimal dalam melaksanakan eksekusi, kejaksaan masih tergolong lambat, terutama dikaitkan dengan masih banyaknya terpidana kasus korupsi yang belum dieksekusi karena buron atau masuk Daftar Pencarian Orang (DPO)," kata Agus Sunaryanto, Wakil Koordinator ICW, di Jakarta, Kamis.

Berdasarkan catatan ICW, hingga akhir 2013, terdapat 23 koruptor yang masih buron.

Dari 23 terpidana yang masuk DPO, ada 5 koruptor yang diduga melarikan diri ke luar negeri seperti Edy Tansil, terpidana kasus korupsi Golden Key Group, Samadikun Hartono, terpidana kasus korupsi BLBI Bank Modern, Adelin Lis, terpidana kasus korupsi dana reboisasi dan illegal logging Mandailing Natal, Djoko S. Tjandra, terpidana kasus korupsi cesie Bank Bali, dan Nader Taher, terpidana kasus korupsi Bank Mandiri.

Dikatakan, salah satu penyebab koruptor yang melarikan diri adalah, lambatnya kinerja pihak Kejaksaan yang melakukan eksekusi terhadap terpidana kasus korupsi.

Hal ini dikhawatirkan akan memperbesar peluang terpidana untuk melarikan diri dari proses hukum. "Hal ini perlu menjadi catatan serius oleh Kejaksaan, karena salah satu upaya pemberantasan korupsi adalah melalui eksekusi terhadap para terpidana kasus korupsi," katanya.

Selain lambatnya proses eksekusi, Kejaksaan juga belum melakukan publikasi yang memadai atas kerja-kerjanya, sehingga klaim Kejaksaan yang telah melakukan eksekusi terhadap 100 DPO kasus korupsi tidak bisa diverifikasi.

Sulitnya verifikasi ini dapat dilihat dari laman resmi Kejaksaan yang kurang update, di mana jumlah DPO yang terpampang di laman resmi Kejaksaan Agung, yang hanya menampilkan tujuh terpidana kasus korupsi yang masuk DPO.

Eksekusi Adrian Kiki memang sebuah pencapaian bagi Kejaksaan Agung, namun masih ada banyak Pekerjaan Rumah yang harus segera dilaksanakan.

Salah satu hutang yang harus diselesaikan adalah eksekusi terhadap terpidana dan aset terpidana kasus korupsi yang masih belum dilakukan. "Karena dapat terjadi terpidana melarikan diri, dan terjadi pengalihan kepemilikan aset jika eksekusi tidak segera dilakukan," katanya.

Di sisi lain, kata dia, kinerja Tim Terpadu Pencari Terpidana dan Tersangka Tindak Pidana Korupsi, perlu mendapat perhatian. Di bawah koordinasi Wakil Jaksa Agung, Tim Terpadu ini melibatkan kerja-kerja lintas kementerian dan lembaga, yaitu Kemenkumham, Kemenpolhukam, Polri, dan Kemenlu, tim ini dibentuk pertama kali melalui Surat Ketetapan Menteri Polhukam tahun 2004.

Sejak pembentukan tim terpadu tahun 2004, belum banyak capaian yang dilakukan oleh tim ini. Adrian Kiki pun baru bisa diekstradisi setelah enam tahun berada di Australia.

Hal ini dapat diperburuk dengan tidak transparannya pengelolaan aset dan anggaran Tim Terpadu ini.

Jika pengelolaan anggaran dan aset tidak transparan, ada kekhawatiran bahwa anggaran yang dikeluarkan dalam upaya memburu koruptor, justru lebih besar dibandingkan aset koruptor yang dieksekusi, terutama jika melihat lambatnya kerja tim ini di bawah koordinasi Kejaksaan.

Karena itu, ICW mendesak Kejagung untuk segera menangkap dan menahan terpidana-terpidana kasus korupsi yang masih buron dan mempublikasikan aset-aset terpidana kasus korupsi yang berhasil atau belum berhasil disita/eksekusi, untuk menghindari adanya penyimpangan lebih jauh.

"Transparan dan akuntabel, terkait kinerja dan pengelolaan anggaran Tim Terpadu yang berada di bawah koordinasi Wakil Jaksa Agung," katanya.  (R021/E001)

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014