Jakarta (ANTARA News) - Pengamat energi Kurtubi menilai kapal-kapal nelayan berskala besar tidak layak mendapat subsidi bahan bakar minyak bersubsidi.

"Apalagi, kalau kapal nelayan itu milik asing, maka sangat tidak pantas menggunakan BBM subsidi," katanya di Jakarta, Selasa.

Menurut Direktur Center for Petroleum and Energy Economics Studies (CPEES) itu, pemerintah harus menjalankan Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012 tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis BBM Tertentu.

Aturan tersebut menyebutkan, hanya kapal dengan bobot maksimum 30 "gross" ton (GT) yang boleh menggunakan BBM bersubsidi.

Pemerintah menganggap, kapal di bawah 30 GT merupakan usaha kecil, sedangkan di atas 30 GT sudah menengah ke atas yang tidak berhak mendapat BBM subsidi.

Para nelayan dari pesisir pantai utara Jawa berencana melakukan aksi demonstrasi di Jakarta, Rabu (5/2).

Mereka memprotes Perpres 15/2012 karena menambah biaya operasional pembelian BBM.

Menurut Kurtubi, kapal besar tentunya harus memiliki modal besar, sehingga memang tidak layak memakai BBM subsidi.

"Jangan sampai nelayan ini melakukan demo karena dimanfaatkan pengusaha besar, apalagi asing," ujarnya.

Namun demikian, ia juga mengatakan, pemerintah perlu melakukan pengecekan pemilik kapal berbobot di atas 30 GT.

"Kalau memang pemiliknya pengusaha besar atau bahkan asing, dilarang pakai BBM subsidi," katanya.

Sementara, jika pemilik kapal ternyata usaha kecil dan menengah (UKM) atau KUD, maka pemerintah perlu mempertimbangkan untuk membolehkan pemakaian BBM subsidi setelah tentunya melalui verifikasi.

"Pemerintah bisa meninjau kembali batasan maksimum 30 GT tersebut," ujarnya.

Meski, lanjutnya, harus disepakati terlebih dahulu batasan bobot kapal yang boleh memakai BBM subsidi.

Sementara itu, pengamat energi lainnya Komaidi Notonegoro mengatakan, kisruh penetapan konsumen berhak atau tidak mendapat subsidi akan terus terjadi selama subsidi diberikan pada harga komoditas.

"Karena itu, kami menyarankan agar subsidi diberikan jangan pada subsidi harga, tetapi melalui subsidi langsung," kata Wakil Direktur Eksekutif ReforMiner Institute itu.

(K007/Z003)

Pewarta: Kelik Dewanto
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014