Itu karena politikus yang memberikan uang kepada para pemilih saat pencoblosan, apabila terpilih nantinya pasti akan berupaya untuk mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan,"
Pamekasan (ANTARA News) - Praktik politik uang pada pemilu bisa melahirkan calon koruptor baru, kata akademisi dan dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ke-Islam-an An-Nuqoyah (STIKA), Matnin M.EI, di Pamekasan, Jumat.

"Itu karena politikus yang memberikan uang kepada para pemilih saat pencoblosan, apabila terpilih nantinya pasti akan berupaya untuk mengembalikan uang yang telah mereka keluarkan," katanya.

Oleh karenanya, sistem politik dengan menggunakan uang dalam upaya menarik dukungan masyarakat sebenarnya merupakan sistem politik yang merugikan rakyat.

"Dengan cara memilih menggunakan uang, maka tanggung jawab wakil rakyat akan merasa tidak perlu lagi, karena dukungan yang diperoleh dengan memberi uang atau sama dengan membeli suara," katanya.

Berbeda halnya ketika seseorang terpilih menjadi wakil rakyat, tanpa mengeluarkan uang. "Wakil rakyat yang terpilih tanpa uang ini, akan merasa punya tanggung jawab besar untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, karena mereka telah menunjuk dirinya," terang Matnin.

Sejauh ini, sambung Matnin, uang yang banyak dikeluarkan oleh calon legislatif lebih difokuskan pada upaya pembelian dukungan, tanpa memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menyajikan program yang hendak dilakukan apabila mereka terpilih sebagai wakil di DPR.

Pada sisi lain, Matnin juga menilai maraknya praktik politik uang pada pemilu legislatif yang kini mulai dilakukan sebagian caleg itu juga bisa merusak tatanan demokrasi di negeri ini, selain berpotensi untuk melahirkan calon koruptor baru.

"Sistem demokrasi yang diterapkan ini, cukup ideal. Akan tetapi menjadi tidak ideal, bahkan bisa menghasilkan caleg yang tidak punya visi dan missi yang jelas, apabila uang menjadi kunci kemenangan," katanya.

Di Pamekasan, harga dukungan suara yang telah ditetapkan masyarakat dalam menentukan pilihan politik pada pemilu legislatif 2014 ini bervariasi mulai dari Rp20 ribu hingga Rp50 ribu.

"Kalau pemilu sebelumnya di kampung saya sudah mencapai Rp25 ribu. Sekarang kalau tidak Rp50 ribu masyarakat bilang tidak akan menggunakan hak pilihnya," kata warga Kelurahan Jungcangcang, Saleh.

Di Desa Durbuk, Kecamatan Pademawu, Pamekasan, harga dukungan suara yang ditetapkan masyarakat antara Rp30 ribu atau seharga dengan sehari kerja.

"Kalau tidak ada, lebih baik kerja. Lhawong saya selama ini tidak tahu kerjaan wakil saya di DPRD untuk saya. Artinya, kalau saya tidak bekerja saya, tidak akan makan," kata warga setempat Sulaiman.

(KR-ZIZ/E011)

Pewarta: Abd Aziz
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2014