Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim menguji Pasal 260 UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) yang mengatur anggota TNI dan Polri tidak memiliki hak pilih dalam Pilpres.

Ifdhal bersama Supriyadi Widodo Eddyono yang berprofesi advokat menguji pasal tersebut di Mahkamah Konstitusi karena pasal tersebut dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Kuasa Hukum pemohon, Wahyudi Djafar, saat sidang perdana di Jakarta, Kamis, menjelaskan pasal yang mengatur anggota TNI dan Polri tidak memiliki hak pilih dalam Pilpres itu dinilai menimbulkan ketidakpastian hukum karena ketentuan hanya menyebut Pilpres 2009, bukan Pilpres 2014.

Pasal 260 UU Pilpres berbunyi: "Dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih".

Sedangkan dalam Pasal 326 UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif telah menyatakan anggota TNI dan Polri tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014.

Menurut dia, dengan adanya pengaturan berbeda terkait hak pilih anggota TNI-Polri itu melahirkan situasi ketidakpastian hukum yang dijamin Pasal 28D ayat (1) jo Pasal 1 ayat (3) UUD 1945.

Untuk itu, pemohon meminta MK menyatakan Pasal 260 UU Pilpres bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai "Dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014, anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya untuk memilih".

Majelis panel pengujian UU Pilpres ini diketuai Patrialis Akbar didampingi Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman sebagai anggota.

Menanggapi permohonan ini, Fadlil Sumadi meminta agar pemohon memastikan apakah anggota TNI-Polri tidak punya hak pilih atau tidak menggunakan hak pilihnya.

"Kalau tidak menggunakan, sebenarnya dia punya, tapi tidak digunakan hak pilihnya. Apakah itu suatu hukuman baginya. Ini mendasar yang harus dipastikan," kata Fadlil.

Dia juga menyarankan agar tidak terbatas pada ketidakpastian hukum, tetapi ketidakadilan yang dikaitkan dengan hak warga negara.

"Kalau sudah memilih jadi polisi atau TNI hilang hak pilihnya, kalau hilang kenapa, kalau masih, kenapa tidak digunakan, argumentasi ini yang seharusnya dibangun," katanya.

Sedangkan Patrialis mempertanyakan materi permohonan yang dikatakan menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Yang menimbulkan ketidakpastian hukum yang mana? Yang Pilpres atau Pemilu Legislatif? Ini harus didudukkan masing-masing," kata Patrialis.(*)

Pewarta: Joko Susilo
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014