Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia memperkirakan kondisi ekonomi di dalam negeri pada 2014 akan lebih stabil dibanding tahun 2013 karena didukung pertumbuhan yang seimbang serta defisit transaksi berjalan yang turun.

"Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan akan mencapai 5,5 hingga 5,9 persen," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo di Jakarta, Kamis malam.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang didukung dengan sisi penawaran atau produksi yang memadai dan ketersediaan infrastruktur akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

Sementara jika penawaran atau produksi rendah padahal permintaan tinggi maka akan memperbesar defisit neraca transaksi berjalan.

"Kondisi akan lebih parah jika infrastruktur fisik tidak memadai. Ini akan menimbulkan ketidakpercayaan dan mendorong terjadinya outflow capital seperti tahun 1998," katanya.

Agus menyebutkan selama 2013 BI menempuh bauran kebijakan yaitu menaikkan BI Rate 175 basis poin, memperkuat operasi moneter, melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah, memperkuat kebijakan makroprudensial, memperkuat koordinai dengan pemerintah dan memperkuat kerja sama antarbank sentral.

Menurut dia, dengan berbagai kebijakan yang akan ditempuh diharapkan inflasi pada 2014 dapat mencapai 4,5 plus minus satu persen, defisit neraca transaksi berjalan di bawah 3,0 persen dari PDB dan pertumbuhan kredit berkisar 15-17 persen.

Agus mengingatkan meskipun prospek ekonomi ke depan membaik, namun ada sejumlah risiko yang harus diwaspadai.

Risiko tersebut antara lain adanya dampak Fed Exit Policy, pelambatan ekonomi China, kerapuhan pasar negara-negara berkembang, risiko utang luar negeri dan risiko fiskal.

"Meskipun tapering off The Fed sudah diprediksi oleh pasar dengan baik, namun risiko di pasar keuangan global masih akan terjadi," katanya.

Ia menyebutkan setelah tapering off selesai dilakukan maka akan terjadi kenaikan Fed Fund Rate yang akan berdampak pada perekonomian global.

Sementara terkait dengan risiko fiskal, Gubernur BI antara lain menyebutkan realisasi lifting atau produksi minyak yang masih di bawah asumsi.

"Realisasi terkini hanya mencapai 798.000 barel per hari sementara asumsi dalam APBN 2014 sebesar 870.000 per barel. Ini akan menyebabkan impor minyak meningkat sehingga memperbesar defisit transaksi," kata Agus Martowardojo.

Pewarta: Agus Salim
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014