Jakarta (ANTARA News) - Pujian, kritik, dan saran tertuang dalam buku "Ahok untuk Indonesia" yang ditulis ramai-ramai oleh para penulis blog Kompasiana yang biasa disebut Kompasianer.

Meskipun menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang notabene hanya orang kedua, pria kelahiran Gantung, Belitung Timur bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama itu telah mencuri perhatian banyak kalangan.

Dia bukan orang kedua yang kebanyakan hanya menjadi ban serep di belakang pemimpinnya, tetapi bersama bosnya, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, dia adalah "media darling" yang selalu menjadi pemberitaan.

Ahok adalah orang kedua nang istimewa, setidaknya itu latar belakang dibuatnya buku setebal 260 halaman terbitan Elex Media ini.

"Ahok untuk Indonesia" ini adalah seri lanjutan setelah "Jokowi (bukan) untuk Presiden" yang juga ditulis para kompasianer.

"Kami melihat Ahok bukan sekedar milik Jakarta, tetapi representasi Indonesia. Dari munculnya Ahok, pluralisme tumbuh segar. Orang tidak mempersoalkan lagi suku dan agama," kata Manajer Kompasiana Pepih Nugraha dalam acara bedah buku tersebut Rabu malam kemarin.

Setidaknya sudah ada hampir 5.000 tulisan di Kompasiana tentang Jokowi dan Ahok.

"Saya pikir sayang kalau tidak digarap. Naskahnya sangat banyak, ya sudah kenapa tidak dikumpulkan," ujar Nurulloh yang menjadi editor untuk buku ini.

Buku ini langsung laris di pasaran meskipun tulisan-tulisan di dalamnya sudah ditampilkan di blog Kompasiana. Hanya dalam waktu dua minggu, 5.000 ekslempar buku ini ludes, dan naik cetak dua kali.

"Tulisan-tulisan dalam buku ini menarik banget, plastis. Tidak ada intensi untuk bergenit-genit seperti intelektual," kata penulis dan juga pengamat politik Fadjroel Rachman.

Puji dan kritik

Berketurunan Tionghoa dengan nama Tionghoa Zhong Wan Xie, sejak pertama muncul ke publik, mantan Bupati Belitung Timur itu didera isu SARA.  Namun rakyat sudah terlanjur mencintainya.

Salah satu penulis, Michael Sendow, melukiskan Ahok ikan salmon yang berani melawan arus dan harus berenang mengarungi lautan pengabdian dengan jalan yang tidak disukai banyak orang.

Penulis lainnya Heidy Sengkey menyebut Ahok kerap berbicara keras dan tegas yang dianggap titik lemah oleh sebagian orang, tetapi dianggap jelas bertujuan oleh sebagian orang lainnya.

Puja-puji mengalir dari sejumlah penulis, terutama untuk gaya kepemimpinan Ahok.

Penulis Fidel Dapati Giawa bahkan berpendapat para pemimpin sebaiknya belajar konstitusi kepada ahok. Menurutnya, Ahok telah memperlihatkan konsistensi akan pilihan mengutamakan amanat konstitusi daripada larut dalam polemik.

Sementara itu, kompasianer Piter Randan memilih mengangkat sosok perempuan dibalik kesuksesan Ahok, Veronica Tan.

Piter menggambarkan dengan baik bagaimana istri Ahok ini menjadi penolong dan pendamping setia Ahok dalam debutnya dalam politik. Dalam tulisannya Piter menguraikan dengan indah bagaimana Veronica berhasil menguatkan Ahok melawan korupsi.

Manusia memang tidak ada yang sempurna, begitu pula Ahok. Dan inilah yang justru membuat buku ini tidak hambar karena ada juga kritik di dalamnya.

Dalam tulisan Amalia E Maulana, gebrakan Ahok di video ketika rapat dengan dinas Pekerjaan Umum dinilai tanpa perencanaan strategi komunikasi yang tajam. Menurut dia tidak ada lagi lanjutan dari "Cerita Gebrakan Ahok" yang sudah disuguhkan lewat Youtube.

Menurutnya, tanpa kelanjutan cerita, muncul pendapat bahwa gebrakan itu hanya untuk menaikkan citra.

Sementara Amirsyah menulis kekhawatirannya terhadap sikap tegas Ahok yang disebutnya agak temperamen itu akan ditiru birokrasi di bawahnya.

Penulis kompasiana Hesma Eryani menilai sikap Ahok dalam menata Jakarta termasuk PKL menunjukkan nyali besar, tetapi menata Jakarta tidak cukup dengan nyali besar, namun membutuhkan komponen pendukung lain.

Seluruhnya ada 40 tulisan di buku ini.  Semuanya adalah suara warga dan menggambarkan harapan Ahok menjadi pemimpin Indonesia.

Oleh Monalisa
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014