Jakarta (ANTARA News) - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum diduga menyamarkan harga kekayaan hingga total Rp23,88 miliar sehingga didakwa dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Terdakwa melakukan berbarengan beberapa perbuatan yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain yaitu membelanjakan atau membayarkan uang sebesar Rp20,88 miliar untuk pembelian sebidang tanah dan bangunan," kata jaksa dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat.

Anas diduga melakukan TPPU dengan membeli tanah bangunan yaitu pertama pada 16 November 2010 membeli tanah dan bangunan seluas 639 meter persegi di Jalan Teluk Semangka Blok C9 No 1 Duren Swait Jakarta Timur seharga Rp3,5 miliar yang diatasnamakan Anas Urbaningrum .

Kedua, pada 28 Juni 2011 membeli tanah senilai Rp690 juta di Jalan Selat Makasar Perkav AL Blok C9 No 22 Duren Sawit yang diatasnamakan mertua Anas, Atabik Ali.

Ketiga, pada 20 Juli 2011 membeli dua bidang tanah seluas 200 meter persegi dan 7.870 meter persegi di Jl. DI Panjaitan no 57 dan no 139 Mantrijeron Yogyakarta senilai Rp15,74 miliar. Pembayaran dilakukan melalui Atabik ALi dengan perincian pembayaran Rp1,574 miliar, 1,1 juta dolar AS, 20 batang emas batangan seberat 100 gram dan penukaran tanah seluas 1.069 meter persegi di belakang RS Wirosaban dan tanah 85 meter persegi di Jalan DI Panjaitan Mantrijeron Yogyakarta. Semua kepemilikan atas nama Atabik Ali.

Keempat, pada 29 Februari 2012 membeli tanah 280 meter persegi di Dewa Panggungharjo, Sewong, kabupaten Bantul seharga Rp600 juta yang diatasnamakan kakak ipar Anas, Dina Zad.

Kelima, pada 30 Maret 2012 membeli tanah seluas 389 meter persegi seharga Rp350,1 juta di desa Panggungharjo, Sewon, kabupaten Bantul Yogyakarta yang diatasnamakan kakak ipar Anas, Dina Zad.

Padahal selaku anggota DPR 2009-2014, dan menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat sejak 1 Oktober 2009 sampai 21 Agustus 2010, pendapatan Anas diketahui hanya Rp194,68 juta ditambah tunjangan seluruhnya Rp339,691 juta. Ia pun tidak punya penghasilan resmi lain di luar gaji dan tunjangan itu.

"Sisa dana yang dipersiapkan untuk pemenangan terdakwa sebagai ketua umum partai Demokrat pada 2010 kurang lebih sebesar 1.300 dolar AS dan Rp700 juta yang dihimpun melalui kantong-kantong dana yang diperoleh selama terdakwa menjadi anggota DPR termasuk sisa pemenangan terdakwa dalam kongres Partai Demokrat yang disimpan di brankas Permai Grup, oleh terdakwa dipergunakan untuk membeli aset dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana korupsi," jelas jaksa.

Sedangkan dugaan TPPU lain berasal dari perbuatan untuk membayarkan uang Rp3 miliar dari Permai Grup untuk pengurusan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari PT Arina Kota Jaya seluas 5.000-10.000 hektar yang berada di kecamantan Bengalon dan kecamatan Kongbeng kabupaten Kutai Timur.

Dugaan tindak pidana tersebut berawal dari pertemuan antara Anas, Bupati Kutai Timur Isran Noor, Khalilur R Abdullah Sahlawiy alias Lilur, M Nazaruddin dan Gunawan Wayhu Budiarto untuk membicarakan pengurusan IUP PT Arina Kota Jaya.

Nazaruddin kemudian memerintahkan Wakil Direktur Keuangan Permai Grup Yulianis mengeluarkan dana sebesar Rp3 miliar dalam bentuk cek melalui Lilur.

Lilur kemudian memberikan uang tunai Rp100 juta serta 1 cek senilai Rp500 juta untuk bantuan biaya survei di beberapa lokasi IUP kepada Kepala Dinas Pertambangan Wijaya Rahman sehingga Isran Noor pun menerbitkan keputusan IUP Eksplorasi kepada PT Arina Kota Jaya pada 26 Maret 2010.

"Terhadap harta kekayaan berupa IUP atas nama PT Arina Kota Jaya seluas 5.000-10.000 hektare di dua kecamatan, biaya yang dikeluarkan untuk pengurusannya merupakan hasi dari tindak pidana korupsi," jelas jaksa.

Atas dua perbuatan dugaan TPPU tersebut Anas disangkakan dari pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang pasal 65 ayat 1 KUHP dan pasal 3 ayat 1 huruf c UU Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana diubah berdasarkan UU No 25 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman pidana terhadap orang yang melanggar pasal tersebut adalah penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014