Isunya deportasi akan dilakukan dalam waktu dekat sementara proses hukumnya belum dilakukan
Jakarta (ANTARA News) - Komisioner Bidang Pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan guru Jakarta International School yang diduga memalsukan dokumen izin tinggal sebaiknya tidak terburu-buru dideportasi karena dikhawatirkan akan menghambat pengungkapan kasus kekerasan seksual di sekolah tersebut.

"Jika guru JIS dideportasi, maka akan menghambat proses pengungkapan kasus tersebut dan penangkapan pelaku kejahatan seksual itu. Tentu semua guru perlu diperiksa untuk memastikan siapa pelaku sebenarnya di luar tenaga kebersihan yang sudah ditangkap," kata Susanto di Jakarta, Kamis.

Susanto mengatakan, suatu kesalahan besar apabila guru-guru tersebut segera dideportasi. Karena selain menghambat proses pengungkapan kasus kekerasan seksual, mereka seharusnya menjalani proses hukum atas kasus dugaan pemalsuan dokumen izin tinggal terlebih dahulu.

Susanto mengatakan guru JIS yang memalsukan dokumen izin tinggal harus diproses sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Buru-buru mendeportasi mereka tanpa proses hukum atas dugaan pemalsuan dokumen, akan melukai perasaan masyarakat Indonesia.

"Indonesia sebagai negara hukum, ternyata sangat lemah dalam praktiknya karena terduga pemalsu dokumen tidak diproses secara hukum sebelum dideportasi," ujarnya.

Hal itu, kata dia, akan membuat posisi tawar Indonesia di mata negara asing menjadi "kurang berwibawa" karena tidak tegas terhadap pelaku pelanggaran hukum, yaitu dugaan pemalsuan dokumen oleh warga negara asing.

Karena itu, KPAI akan sangat menghargai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mendeportasi 26 guru JIS bila proses hukumnya sudah dinyatakan selesai, baik dugaan pemalsuan dokumen maupun kasus kejahatan seksual.

"Isunya deportasi akan dilakukan dalam waktu dekat sementara proses hukumnya belum dilakukan. Indonesia harus tegas terhadap segala bentuk pelanggaran hukum," katanya. 

Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2014