....Remote ada di tangan pemirsa, kalau pemirsa tidak mendapatkan apa yang diinginkan maka dengan mudah pindah channel."
Denpasar (ANTARA News) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bali mengingatkan lembaga penyiaran untuk tidak bersikap partisan membabi buta dalam tahapan Pemilu Presiden 2014.

"Media penyiaran berhak bersimpati dengan aliran politik tertentu, tetapi harus tetap dalam koridor kode etik jurnalistik dan tidak membabi buta. Lembaga penyiaran harus tetap ingat bahwa mereka bekerja untuk kebaikan masyarakat dan menggunakan frekuensi publik," kata anggota KPID Bali Bidang Kelembagaan I Nengah Muliarta usai acara FGD Evaluasi Kampanye Pemilu Presiden, di Denpasar, Jumat.

Menurut dia, KPID Bali cukup banyak mendapat keluhan masyarakat terkait sikap partisan TV One dan Metro TV terhadap pasangan calon presiden. MetroTV memberikan porsi pemberitaan yang lebih banyak kepada pasangan calon Jokowi-Jusuf Kalla dibandingkan pasangan calon Prabowo-Hatta. Sedangkan TV One memberikan porsi pemberitaan yang lebih banyak kepada pasangan calon Prabowo-Hatta dibandingkan pasangan calon Jokowi-Kalla.

Begitu juga RCTI, MNC TV dan Global TV memberikan porsi pemberitaan yang lebih banyak kepada pasangan calon Prabowo-Hatta dibandingkan pasangan calon Jokowi-Kalla.

"Lembaga penyiaran tersebut juga cenderung menempatkan diri sebagai humas sehingga tidak salah kemudian menjadi pameo di masyarakat bahwa sekarang telah muncul Prabowo TV dan Jokowi TV," ujarnya.

Muliarta berpandangan, sikap partisan membabi buta yang dilakukan lembaga penyiaran tentunya akan merugikan lembaga penyiaran sendiri. Lembaga penyiaran yang mengangkat satu pasangan calon presiden saja dan menguntungkan satu kelompok saja, tentu akan ditinggalkan masyarakat umum karena kebanyakan masyarakat tidak dari kelompok tersebut.

"Apalagi masyarakat merasa tidak mendapatkan informasi yang berimbang. Remote ada di tangan pemirsa, kalau pemirsa tidak mendapatkan apa yang diinginkan maka dengan mudah pindah channel," katanya.

Akibat gerakan partisan yang membabi buta, tambah dia, lembaga penyiaran sampai lupa akan tugas dan tanggung jawab sosial untuk melakukan pendidikan politik. Pemberitaan proses tahapan pemilihan presiden dan permasalahannya tak mendapatkan porsi pemberitaan.

"Begitu juga proses persiapan logistik dan pendistribusian logistik ke daerah pedalaman terasa tenggelam di tengah promosi ketokohan para calon presiden. Lembaga penyiaran juga lupa untuk memberikan ruang bagi pesan layanan masyarakat. Padahal pesan layanan masyarakat tentang pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik," ucapnya.

Muliarta menambahkan, lembaga penyiaran seharusnya membuat pesan layanan masyarakat yang pada intinya untuk menyosialisasikan proses pemilu dan mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. "Lihat sekarang tayangan pesan layanan masyarakat sangat minim, apa ini kompensasi lembaga penyiaran terhadap frekuensi publik yang digunakan," ujarnya mempertanyakan.

Ia mengemukakan, dalam pasal 36 Undang-Undang 32 tahun 2002 tentang Penyiaran disebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib menjaga netralitas dan tidak boleh mengutamakan golongan tertentu saja. Isi siaran juga dilarang bersifat memfitnah, menghasut, menyesatkan dan atau bohong.

Selain itu, dalam Peraturan Komisi Penyiaran Indonesia nomor 02/P/KPI/03/2012 tentang Standar Program Siaran dalam pasal 11 ayat 1 telah ditegaskan bahwa program siaran wajib dimanfaatkan untuk kepentingan publik dan tidak untuk kepentingan kelompok tertentu. Pada ayat 2 juga telah ditegaskan bahwa program siaran dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran bersangkutan dan/atau kelompoknya. (LHS/M026)

Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014