Kalau menurut saya jangan yang kita salahkan capresnya, yang perlu kita bereskan fundamental ekonomi kita."
Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi dari EC Think Aviliani menilai persaingan capres yang ketat bukan merupakan salah satu faktor penyebab melemahnya rupiah terhadap dolar AS.

"Saya sih tidak yakin karena itu ya (persaingan capres). Memang hasil survei kan mengalami perubahan yang orang tidak duga-duga, tapi saya tidak melihat itu yang menyebabkan pelemahan rupiah," ujar Aviliani di Jakarta, Kamis malam.

Menurut Aviliani, tidak ada hubungan antara persaingan capres dengan melemahnya rupiah. Ia menilai masyarakat juga sudah cenderung menerima siapapun yang akan menjadi presiden mendatang, baik Jokowi maupun Prabowo.

"Kalau menurut saya jangan yang kita salahkan capresnya, yang perlu kita bereskan fundamental ekonomi kita," kata Aviliani.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri mengatakan salah satu penyebab nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terkoreksi adalah persaingan antarpasangan capres-cawapres yang semakin ketat.

Menurutnya, persaingan capres menjadi perhatian beberapa bond holders besar, karena memunculkan pertanyaan terkait keamanan. Kalau hasilnya ketat dan dekat dikhawatirkan ada gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Chatib, pelaku pasar memerlukan kepastian.

Aviliani menilai, pelaku pasar sudah berhitung, siapapun yang kelak menjadi pemimpin di Indonesia, ekonomi di dalam negeri tidak akan berubah secara signifikan. Dengan kapasitas fiskal yang terbatas, industri di Indonesia tidak akan berubah jauh.

Ia mengatakan, salah satu yang menyebabkan rupiah melemah adalah ketatnya likuiditas valas di Tanah Air. Oleh karena itu, pemerintah harus mendorong pendalaman pasar keuangan untuk mengatasi masalah tersebut.

"Misalnya, yang diproteksi oleh LPS itu jangan hanya bank, sebentar lagi kan asuransi, kalau perlu reksadana. Supaya masyarakat kecil-kecil masuk tapi diproteksi sehingga dana mereka tetap aman. Kenapa? untuk memperdalam pasar keuangan," kata Aviliani.  (C005)

Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014