New York (ANTARA News) - Harga minyak AS anjlok lebih dari tiga dolar AS pada Selasa (Rabu pagi WIB), setelah data manufaktur dari Tiongkok dan Eropa melemah di tengah melimpahnya persediaan di seluruh dunia.

Patokan AS, minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober merosot 3,08 dolar AS menjadi berakhir di 92,88 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, tingkat terendah sejak Januari. NYMEX ditutup pada Senin karena libur Hari Buruh di Amerika Serikat, lapor AFP.

Patokan Eropa, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Oktober, turun 2,45 dolar AS menjadi menetap pada 100,34 dolar AS per barel. Pada Selasa pagi, Brent sempat jatuh ke posisi 100,17 dolar AS, tingkat terendah sejak Mei 2013.

Tiongkok, konsumen minyak terbesar kedua di dunia setelah AS, mengatakan pada Senin bahwa indeks pembelian manajer (PMI) resmi aktivitas manufaktur-nya merosot menjadi 51,1 pada bulan lalu, turun dari 51,7 pada Juli dan penurunan pertama sejak Februari. Angka di atas 50 menunjukkan pertumbuhan, sedangkan di bawah tingkat itu menunjukkan kontraksi.

Di Eropa, PMI sektor manufaktur di 18 negara zona euro dari perusahaan riset Markit, jatuh ke tingkat terendah 13-bulan 50,7 pada Agustus dari 51,8 pada Juli.

Di AS, PMI untuk sektor manufaktur melonjak menjadi 59,0 pada Agustus, menurut lembaga riset Institute for Supply Management (ISM), tetapi itu tidak membantu untuk harga gas.

"Ketegangan geopolitik bertahan di seluruh dunia, tetapi untuk saat ini harga fokus pada prospek fundamental ke depan yang lebih lemah," kata Matt Smith, analis di Schneider Electric.

"Pasar minyak berada di bawah tekanan jual baru yang mencerminkan sentimen pasar didominasi bearish yang ditambah kekhawatiran atas permintaan dan indikasi persediaan saat ini berlimpah," kata Tim Evans, analis energi di Citi Futures.

Para analis mengatakan dolar yang lebih kuat juga merupakan faktor dalam penurunan tajam harga minyak pada Selasa.

Karena minyak dihargakan dalam mata uang dolar, komoditas tersebut menjadi lebih mahal di luar AS ketika greenback menguat terhadap mata uang lainnya, sehingga memukul permintaan.


Penerjemah: Apep Suhendar

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014