Jakarta, 18 September 2014 (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Dewan Perwakilan Rakyat DPR RI (DPR) dan Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) untuk menghimpun aspirasi publik terkait Rancangan Undang Undang (RUU) Kelautan. Forum ini dilakukan paralel di 3 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di berbagai daerah mulai 18-20 September. Ketiga PTN tersebut yakni Universitas Brawijaya, Universitas Diponegoro dan Universitas Gadjah Mada.  Tujuan dari FGD ini, sebagai langkah strategis dalam menampung aspirasi dan partisipasi publik secara lebih luas serta untuk memberi masukan atas RUU yang telah memasuki pembicaraan tingkat I di Komisi IV DPR RI. Sehingga materinya sejalan dengan semangat semua elemen untuk melahirkan sebuah produk regulasi yang implementatif. Pasalnya, peta pengembangan sektor kelautan ke depan akan banyak ditentukan oleh UU ini.  Demikian diutarakan Sekretaris Jenderal Sjarief Widjaja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam acara Focus Group Discussion (FGD) di Universitas Brawijaya, Malang, Provinsi Jawa Timur, Kamis (18/9).

Lebih lanjut Sjarief menjelaskan, kegiatan ini merupakan suatu upaya nyata untuk memperdalam substansi materi dan berbagai hal yang terkait dengan RUU Kelautan. “Selama proses diskusi publik mengenai RUU Kelautan ini, kami bersama DPR dan DPD akan menyerap dan mengakomodasi berbagai aspirasi serta wacana yang berkembang di masyarakat, terutama berbagai kalangan yang bergerak di bidang pendidikan,” jelasnya. Adapun yang terlibat dalam diskusi publik itu antara lain dari perwakilan KKP, anggota Komisi IV DPR RI, Anggota Komite II DPD,  pelaku usaha, akademisi, asosiasi, Pemerintah Daerah, dan para aktivis lembaga swadaya masyarakat atau organisasi masyarakat.

Sekedar informasi, baru-baru ini seluruh fraksi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan dukungan penuh pada RUU ini menjadi sebuah Undang-Undang (UU). Artinya, RUU ini pun diajukan untuk masuk ke tahap selanjutnya yakni pembicaraan tingkat I di Komisi IV DPR RI. Dalam Rapat Kerja Pemerintah di Komisi IV DPR RI sebanyak 9 fraksi (Partai Demokrat, PAN, PKS, PPP, PKB, Gerindra, Hanura,dan Partai Golkar serta PDIP) menyatakan dukungannya agar RUU Kelautan naik tingkat menjadi sebuah produk Undang Undang (UU).

Perlu diketahui, pembahasan naskah akademis RUU Kelautan telah disiapkan jauh-jauh hari oleh DPD RI yang diharmonisasi oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Badan Musyawarah (Bamus) dengan memberikan mandat kepada Komisi IV, yang kemudian membahasnya bersama Pemerintah Dan DPD RI.  Hampir berlabuhnya RUU ini menjadi sebuah UU, karena telah melewati fase pembahasan yang panjang baik dari hilir maupun ke hulu. Lantaran, produk regulasi ini pun telah dibahas sejak tahun 2011 silam. Di sisi lain, proses panjang pembahasan RUU ini pun menjadi sejarah dalam proses legislasi di Indonesia, karena untuk pertama kalinya suatu RUU dibahas secara tripatrit antara Pemerintah, DPR, dan DPD RI.

RUU Kelautan yang terdiri atas 13 bab dan 55 pasal ini pun menjadi landasan kebijakan kelautan yang bersentuhan dengan 12 Kementerian dan lembaga terkait. Seiring dengan itu sebagai langkah harmonisasi, baik pemerintah maupun kalangan legislator telah menyelenggarakan berbagai workshop lintas K/L dan Forum Group Discussion.  Hal ini sebagai upaya mensosialisasikan mengenai urgensi UU Kelautan. Tak ketinggalan, dalam mengkampanyekan regulasi di bidang kelautan, sebelumnya KKP telah menyelenggarakan roadshow FGD di berbagai institusi pendidikan. Semisalnya di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Hasanudin (UNHAS).

Gencarnya sosialisasi ini, karena RUU ini dapat menyelesaikan masalah tumpang tindih kewenangan yang bersifat bersifat lex-generalis. Sehingga dalam implementasinya mampu menjadikan Indonesia sebagai sebuah kekuatan maritim terbesar di dunia. UU Kelautan memiliki fokus yakni sebagai mainstreaming dan percepatan pembangunan kelautan nasional di masa mendatang, breakthrough terhadap permasalahan peraturan perundangan yang ada, outward looking terhadap kepentingan kelautan bagi bangsa Indonesia, yang mengacu kepada United Nations Convention On The Law of The Sea atau UNCLOS. Sebabnya ruang lingkup substansi yang diatur RUU ini sangat luas yakni meliputi, pengaturan dan pengelolaan bidang kelautan Indonesia terutama menyangkut perhubungan laut, industri kelautan, perikanan, wisata bahari, bangunan kelautan, jasa kelautan, energi dan sumber daya mineral. RUU Kelautan juga mengamanatkan, pembentukan badan tunggal yang menangani pertahanan-keamanan, keselamatan dan penegakan hukum di laut.

Selain RUU Kelautan, masih terdapat dua isu strategis lainnya di bidang kelautan yang harus segera diselesaikan. Kebijakan Kelautan Indonesia (Indonesia Ocean Policy), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 bidang kelautan. Pentingnya isu strategis ini, karena pembangunan bidang kelautan belum menjadi arus utama dan prioritas dalam pembangunan nasional. Belum ada keseimbangan pembangunan antara matra darat, dan matra laut, selain itu juga masterplan percepatan pembangunan kelautan yang ditetapkan juga belum mencirikan negara kepulauan.

Sebagai gambaran, Indonesia sebagai negara kepulauan dengan 17.499 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 104.000 kilometer atau terpanjang kedua di dunia, memiliki potensi ekonomi kelautan sangat besar. Di sisi lain, NKRI memiliki posisi strategis dalam kancah perdagangan global, mengingat hampir 70 persen perdagangan dunia lewat laut melintasi perairan Indonesia. Posisi strategis ini menempatkan Indonesia menjadi sentral dalam pergeseran ekonomi dunia ke era pasifik. Selain itu, diperkirakan total ekonomi laut dari sektor perikanan, perhubungan laut, industri kelautan, pariwisata bahari, energi dan sumberdaya mineral, infrastruktur laut, jasa kelautan, sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, SDA non konvensial, dan lainnya mencapai 1,2 trilliun dollar AS per tahun. Nilai tersebut, lebih besar dari pada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang hanya 1 trilliun dollar AS. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia setiap tahun dapat dipertahankan 6 persen atau lebih, maka tidak mustahil laporan studi McKinsey Global Institute yang menyebutkan pada tahun 2030 Indonesia menjadi negara terbesar ke-7 yang mengoptimalkan pemanfaatan SDA laut.

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Lilly Aprilya Pregiwati, Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (Telp. 021-3520350)

Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2014