Senang? Puas kamu? Sudah jangan foto-foto"
Jakarta (ANTARA News) - Mantan kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Syahrul Raja Sempurnajaya divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp800 juta subsider enam bulan kurungan karena terbukti terlibat pemerasan, gratifikasi, suap, dan pencucian uang.

Putusan tersebut lebih ringan dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta Syahrul divonis 10 tahun dan denda Rp1 miliar subsider 8 bulan kurungan.

"Hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatannya dilakukan saat pemerintah sedang giat-giatnya memberantas korupsi. Hal yang meringankan adlaah terdakwa belum pernah dihukum, mengakui kesalahan dan menyesali perbuatan," ungkap kata Ketua majelis hakim Sinung Hermawan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu.

Syahrul dinyatakan terbukti melakukan empat tindak pidana korupsi dan satu tindak pidana pencucian uang, sehingga satu dakwaan tindak pidana korupsi yang didakwakan jaksa KPK dinyatakan tidak terbukti.

Dakwaan pertama adalah Syahrul didakwa memeras ketua Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia (APBI) I Gede Raka Tantra dan Ketua Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia (IP2BI) Fredericus Wisnubroto sebesar Rp1,675 miliar.

Syahrul meminta uang melalui direktur utama PT BBJ Made Sukarwo dan direktur utama PT Kliring Berjangka Indonesia untuk disampaikan kepada Gde Raka dan Fredericus.

"Jumlah fee yang diterima pada 2011 adalah Rp760 juta, pada 2012 sebesar Rp715 juta, pada 2013 sebesar Rp200 juta sehingga totalnya berjumlah Rp1,675 miliar dipergunakan untuk keperluan pribadi dan keluarga terdakwa dan tidak ada yang dipakai untuk pengembangan komoditi berjangka," kata anggota majelis hakim Made Hendra.

Dakwaan kedua, Syahrul didakwa menerima hadiah berupa Rp1,5 miliar dari Maruli T Simanjuntak karena melakukan mediasi antara Maruli dan CV Gold Asset yang merupakan anak perusahaan PT Axo Capital Futures yang berada di bawah pengawasan Bappebti.

"Dengan penerimaan uang dari Maruli dengan mana terdakwa memiliki hubungan dengan uang tersebut, walau uang diterima oleh istri terdakwa tapi tidak perlu diterima langsung, sehinga peerimaan hadiah atas apa yang telah dilakukan dalam melakukan beberapa mediasi telah terbukti," ungkap hakim.

Ketiga, Syahrul menerima hadiah uang sekitar Rp7 miliar karena membantu memproses pemberian izin usaha lembaga kliring berjangka PT Indokliring Internasional. Syahrul meminta agar diberikan saham sebanyak 10 persen dari modal dasar PT Indokliring Internasional yaitu sebesar Rp100 miliar.

"Terdakwa melalui kepala biro hukum Bappebti yaitu saksi Alfons Samosir meminta saham kecil untuk memperlancar izin operasional PT Indokliring Internasional di Bappebti sehingga unsur menerima hadiah atau janji telah terpenuhi," tambah hakim.

Namun Syahrul dinyatakan tidak terbukti dalam dakwaan keempat yaitu pemerasan Direktur PT Millenium Penata Futures (MPF) sebesar 5.000 dolar Australia sebagai tambahan uang saku bagi Syahrul dalam melakukan perjalanan dinas ke Australia. PT MPF merupakan pialang bursa berjangka komoditi di bawah pengawasan Bappebti melalui Kepala Biro Hukum Bappebti Alfons Samosir.

Hal itu karena keterangan Alfons yang mengaku diperintah Syahrul untuk meminta uang tidak diperkuat dengan alat bukti lainnnya, apalagi Alfons juga disebut majelis hakim mengembalikan uang 5 ribu dolar Australia yang diterima dari Runy Symamora ke KPK.

"Tidak terjadi kesesuaian dalam perintah, menimbang adanya fakta hukum sekurang-kurangnya dua alat bukti dan hanya bersumber tanpa didukung alat bukti lain majelis berpendapat saksi Alfons Samosir menggunakan uang yang diterima dari Runny sedangkan terdakwa tidak berangkat sehingga unsur menerima uang atau janji tidak terpenuhi," ungkap hakim I Made Hendra.

Dakwaan kelima adalah Syahrul bersama-sama dengan Direktur Utama PT Garindo Perkasa Sentot Susilo dan Direktur Operasional Nana Supriyatna didakwa memberikan suap Rp3 miliar kepada Kepala Sub Bagian Penataan Wilayah bagian Administrasi kabupaten Bogor Doni Ramdhani, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan kabupaten Bogor Rosadi Saparodin, Kepala Urusan Humas dan Agraria KPH Bogor Saptari, Kepala Seksi Pengaturan dan Penataan kantor Pertanahan kabupaten Bogor Burhanudin, ketua DPRD kabupaten Bogor Iyus Djuher untuk mendapat izin lokasi Tempat Pemakanan Bukan Umum (TPBU) seluas 1 juta meter persegi atas nama PT Garindo Perkasa.

"Maksud terdakwa memberikan uang adalah mereka bergerak mengurus, memperjuangkan sampai berhasil memperoleh izin lokasi pembangunan TPBU dari Bupati BOgor," kata hakim anggota Sutio Jumadi.

Dan terakhir, Syahrul dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang hingga Rp5,1 miliar dan 369.189 dolar AS serta 120 ribu dolar Singapura.

KPK memperoleh data bahwa gaji Syahrul sebagai Sekretaris Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan 2009-2011 dengan rata pendapatan per bulan Rp6,425 juta hanyalah sebesar Rp38,564 juta. Sedangkan sebagai Kepala Bappebti sejak April 2013 hingga April 2013 pendapatannya adalah Rp257,3 juta. Sedangkan dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) per 1 Februari 2010 adalah hanya sebesar Rp1,576 miliar.

Dalam putusan ini, dua hakim anggota yaitu Joko Subagyo dan I Made Hendra menyatakan pendapat berbeda (dissenting opinion) karena menyatakan bahwa KPK tidak berwenang untuk melakukan penuntutan tindak pidana pencucian uang.

Atas putusan tersbut, Syahrul menyatakan pikir-pikir. "Yang mulia, kami pikir-pikir dulu," kata Syahrul.

JPU KPK juga menyatakan pikir-pikir.

Seusai sidang, Syahrul tampak muram.

"Senang? Puas kamu? Sudah jangan foto-foto," kata Syahrul kepada wartawan seusai sidang.

Istri kedua dan anak tiri Syahrul, Herlina Triana Diehl dan Manuela Clara Diehl yang mengikuti persidangan sejak awal sampai akhir juga segera pergi selepas vonis dibacakan.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2014