Roma, Italia (ANTARA News) - Mendiang wartawan sekaligus sastrawan terkemuka Inggris di era silam, Richard Le Gallienne, menuliskan stansa indah yang melukiskan kota Roma di Italia.

"Semua jalan sejatinya menuju Roma, dan jalan-jalan itu melambangkan muhibah mistis, ke tempat di mana siapa saja pelancong melupakan kota-kota yang dikenalnya, dan jalan-jalan itu laksana petunjuk yang kekal."

Faktanya, bahkan dalam hanya dua sehari, Roma sudah bisa membuat takjub siapa saja untuk menyimpulkan betapa tingginya peradaban manusia.

Gedung-gedung kusam berputih gading bermerah batu-bata, memenuhi lanskap kota Roma, khususnya di situs kota tua yang abadi membungkus riwayat Roma, Italia, Eropa, bahkan dunia. Intinya, Roma adalah jejak kekal seperti disebut le Gallienne.

Bahkan, renaisans yang mengawali lahirnya peradaban modern Barat yang mendunia, bermula di Italia.  Memang bukan Roma, melainkan Florence, tapi tokoh-tokoh utama renaisans seperti Leonardo da Vinci dan Michaelangelo telah meninggalkan jejak budaya kuat di Roma.

Salah satu yang lestari dari semua yang nyaris kekal itu adalah Tembok Aurelian yang memisahkan kota kuno Roma dengan sektor modern kota Roma.

Menurut Patrizia Carmigani, pendamping rombongan wartawan Indonesia yang berada di Roma hampir selama sepekan sejak 26 November lalu, kawasan di luar kota kuno adalah tempat bermukim umumnya warga kota Roma yang bekerja di pusat kota.

Itu seperti karyawan-karyawan Jakarta yang bertempat tinggal di Bekasi, Depok, Tangerang dan Bogor.

Sama dengan Jakarta, Roma juga menyingkirkan gerbang masuk dunia ke pinggiran kota di Fiumicino. Di sinilah, bandara utama Italia --Aeroporto Internazionale Leonardo da Vinci-- berada, seperti Bandara Soekarno-Hatta yang berada di luar Jakarta, di Tangerang.

Dua jenis turis

Mungkin karena dianggap muasal kebudayaan dan modernitas, siapa pun ingin menyinggahi Roma.

Tak peduli orang datang ke sini dengan menyandang predikat wisatawan atau mereka yang mengemban misi ilahiah sebagai peziarah iman, Roma membuat manusia merasa disentuh keabadian nan transendental.

"Ada dua jenis turis yang datang ke Roma, yaitu mereka yang mencintai sejarah, dan mereka yang datang untuk beribadah," kata Massimo Carducci, pemandu kesebelas wartawan Indonesia yang sebenarnya datang ke Roma guna menjadi saksi bagi kontrak fantastis 40 pesawat baru turboprop ATR oleh Lion Air Group.

Jelas, seperti kota-kota indah berbudaya adiluhung lainnya, Roma tak akan habis dinikmati dalam waktu singkat. Tapi, itu tak berarti orang tak bisa mencerap keagungan yang membuat logika dan rasa tak henti berekonstruksi.

Lalu, timbul takjub dan syahdu, terlebih saat orang menyinggahi Vatican yang sakral, Colosseum yang keindahannya kolosal dan istana-istana kuno yang sampai kini masih difungsikan untuk kegiatan bisnis dan politik, seperti Pallazo Chigi di Piazza Colonna yang menjadi kantor perdana menteri Italia.

Keagungan yang membangkitkan takjub itu acap membuat orang sulit melupakan Roma, sesulit melupakan kelezatan makanannya.

Lagi pula, di Roma, orang begitu mudah mendapatkan tempat nyaman untuk bersantap. Entah itu kedai-kedai makan yang dikelola keluarga atau orang Italia menyebutnya trattoria dan pizzeria, maupun pada tempat-tempat formal seperti ristorante.

Satu malam setelah rombongan wartawan Indonesia tiba di Roma, Patrizia menggiring para wartawan untuk bersantap malam di satu trattoria.

Di sini, spaghetti-nya enak sekali, namun pasta yang lebih enak baru ditemukan keesokan harinya dalam makan siang di restoran Casa Copella sebelum wartawan menyambangi kantor PM Italia untuk mengikuti seremoni pembelian ATR oleh Lion Air.

Akar masa silam

Masakan Roma berakar dari masa silam dan tradisi-tradisi lama. Unsur dasarnya adalah sayuran segar, minyak zaitun, bawang putih, selada, keju pecorino yang terbuat dari susu kambing, dan seterusnya.

Ada banyak macam masakan, namun yang paling dikenal adalah pasta, carbonara, dan spaghetti, ada juga sup pasta e ceci.

Semua jenis sajian dikirimkan ke meja makan dalam tiga atau empat rangkaian saji dengan es krim sebagai penutup santapan, mirip tradisi makan di Jepang. Yang berbeda, di Italia, porsinya besar-besar sehingga satu jenis makanan saja sudah membuat perut penuh terisi.

Bagian santap menyantap seharusnya menjadi salah satu yang paling menarik selama di Roma, tetapi pastikan dulu perut bisa menampungnya jika tidak ingin segala kelezatan itu sia-sia.

Tak hanya soal makanan, Roma juga tempat sakral di mana doa-doa dipanjatkan, terutama Vatikan yang adalah konklaf berbenteng di dalam kota Roma yang bukan saja tempat suci Katolik Roma namun juga merupakan satu negara tersendiri.

Di Vatikan, Kapel Sistine dan Basilika Santo Petrus adalah tentu saja pojok paling menarik untuk dieksplorasi.

Kapel Sistine menjadi salah satu harta karun seni paling agung sepanjang masa. Kompleks bangunan megah berbentuk persegi empat yang di tengahnya terhampar sebuah taman luas itu dipenuhi karya-karya para maestro dunia, termasuk yang dibuat Michelangelo.

Di bawah sinar temaram cahaya lampu kuning keemasan, di kiri kanan serta atap setiap lorong dalam kapel ini dipenuhi karya seni para maestro yang menggambarkan sejarah manusia dan melukiskan hubungan transendental manusia dengan sang pencipta.

Begitu indah

Menuruni tangga, untuk keluar dari kapel ini, berdiri megah gereja katolik Basilika Santo Petrus yang pada setiap sudutnya memuat sejarah.

Basilika yang dibangun pada 1506 ini begitu besar, begitu menawan dan begitu indah.

Seperti disebut Massimo Carducci, di tempat suci ini pun ada dua jenis pengunjung, yakni turis yang memang ingin mengagumi keindahan kebudayaan dan turis yang datang untuk 'berdialog' dengan Sang Pencipta.

Tak kalah indahnya adalah Colosseum yang dibangun pada 70 Sebelum Masehi dan menjulang ke langit dengan puncak berbentuk setengah lingkaran.

Bagi yang pernah menyaksikan film Gladiator yang dibintangi aktor Russel Crowe, situs nyata Colosseum menjadi pembuktian bagi imaji kolosal seperti tergambar dalam film itu.  Faktanya, Colosseum memang keindahan yang kolosal.

Kendati panggung utama yang ribuan tahun silam menjadi medan para gladiator saling mencabut nyawa, tengah direnovasi, kemegahan situs kuno ini tak surut sedikit pun.

Berbekal 9 euro, Anda bisa mengeksploitasi kemegahan lanskap bangunan sambil melukiskan gladiator memasuki arena untuk saling membunuh atau audiens di masa purba yang bersorak sembari menaikturunkan jempol mereka, menandakan nasib si gladiator.

Pada salah satu prasasti ada lukisan tangan dari gladiator pada sisa dinding berusia ribuan tahun. Tampaknya si gladiator iseng mencorat-coret di dinding selagi menanti masuk panggung untuk membunuh atau dibunuh.

Tapi tak hanya itu yang ada di Colosseum. Selain signifkansi sejarah yang membayang-bayangi keindahannya, ada inovasi dan teknologi di baliknya yang bisa membuat orang di masa kini berdecak kagum.

"Bahkan Romawi sudah mengenal teknologi elevator," kata Massimo si pemandu.

Jika sudah begitu, diam-diam Anda bakal mengagumi para pemikir yang merancang bangunan megah di era kuno itu.

Dan memang, dari semua simbol kekekalan seni dan tingginya pencapaian kebudayaan Roma, Colosseum adalah primadonanya.




Oleh Jafar M. Sidik
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014