Kami tidak ingin memprovokasi Putin terlalu jauh."
Brussel (ANTARA News) - Uni Eropa pada Kamis sepakat menjatuhkan sanksi-sanksi baru terhadap Krimea, wilayah Ukraina yang dicaplok Rusia, untuk menunjukkan keseriusan sikap mereka dalam menentang Moskow.

Sementara itu, para pemimpin Eropa sedang bersiap-siap untuk melakukan pembahasan menyangkut krisis keuangan yang sedang dialami Rusia di tengah kekhawatiran akan dampaknya terhadap perekonomian negara-negara mereka, lapor AFP.

Pertemuan puncak para pemimpin negara-negara Eropa itu akan dilangsungkan di Brussel.

Pertemuan tersebut juga akan mendukung rencana investasi sangat besar bernilai 315 miliar euro (Rp4,8 biliun), yang ditujukan untuk mengembalikan kekuatan perekonomian Eropa yang sedang tersendat. Namun, janji untuk menyediakan uang tunai diperkirakan tidak akan muncul.

Pertemuan puncak pertama kalinya yang dipimpin oleh presiden Dewan Eropa yang baru, Donald Tusk --mantan perdana mentari Polandia yang mewaspadai Kremlin, diselenggarakan di tengah anjloknya nilai tukar mata uang Rusia, rubel, karena sanksi-sanksi oleh negara-negara Barat serta jatuhnya harga minyak.

"Kondisi perekonomian Rusia akan menjadi perhatian semua pihak," kata seorang diplomat Eropa.

Sebelum bertolak menuju Brussel, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan sanksi-sanksi yang dijatuhkan Barat terhadap Rusia masih "tidak bisa dihindari" sampai Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan ruang bagi terciptanya Ukraina yang bebas dan bersatu.

"Tujuan dari tindakan-tindakan yang kami ambil, dan akan tetap seperti itu, adalah untuk menjaga Ukraina sebagai negara berdaulat dengan keutuhan wilayahnya yang terjaga, yang dapat menentukan masa depannya sendiri," kata Merkel.

"Sampai kita mencapai tujuan itu... sanksi-sanksi akan tetap tidak terhindarkan," katanya.

Beberapa jam kemudian, Uni Eropa secara resmi menyetujui sanksi-sanksi tambahan terhadap Krimea, melarang semua investasi, membatasi perdagangan dan bahkan melarang kapal-kapal pesiar untuk merapat ke dermaga.

Krimea adalah semenanjung Ukraina yang dicaplok Moskow pada Maret.

Sanksi-sanksi tersebut disusun oleh para menteri pada saat berlangsungnya pertemuan puncak.

"Pencaplokan adalah tindakan ilegal dan apa yang kami lakukan adalah bagian dari kebijakan untuk tidak memberikan pengakuan," kata juru bicara Komisi Eropa Maja Kocijancic.

Namun, melihat dampak jatuhnya nilai tukar mata uang Rusia baru-baru ini terhadap perekonomian negara-negara mereka sendiri, para pemimpin Eropa, pada pertemuan puncak itu, bersikap hati-hati dalam memperluas sanksi seperti yang mereka terapkan setelah jatuhnya penerbangan MH17 pesawat Malaysia Airlines karena ditembak pada Juli lalu.

"Kami tidak ingin memprovokasi Putin terlalu jauh," kata seorang diplomat.

Negara-negara kuat Barat telah berkali-kali menuding Rusia menyulut krisis di Ukraina dengan memasok persenjataan serta pasukan kepada para pemberontak. Krisis tersebut telah menewaskan setidaknya 4.700 orang serta menyebabkan hampir satu juta warga kehilangan tempat tinggal.

Moskow selama ini membantah tudingan-tudingan tersebut. (T008)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014