Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyatakan pelemahan nilai tukar rupiah belakangan ini masih karena pengaruh kondisi global yang masih mengalami gejolak akibat ketidakpastian di Eropa dan menurunnya harga minyak dunia.

"Ini karena pengaruh eksternal dari kejadian di Eropa dan menurunnya harga minyak yang tendensinya terlalu tajam. Itu mungkin yang menciptakan ketidakpastian di ekonomi global," katanya saat ditemui di Jakarta, Rabu.

Bambang mengatakan, rupiah memang belum bisa menguat terhadap dolar AS, meskipun pemerintah telah menurunkan harga BBM, karena kondisi ini disebabkan penguatan dolar AS dan sentimen negatif pelaku pasar dari turunnya harga komoditas.

"Kalau ada kondisi tidak pasti, termasuk penurunan harga minyak, maka harga komoditas turun dan pasti Indonesia dianggap kesulitan karena sebagian ekspornya tergantung komoditas mentah. Jadi sentimennya negatif, meskipun kita sudah membuat kebijakan," ujarnya.

Ia menambahkan kondisi rupiah yang cenderung berfluktuasi pada awal tahun ini, membuat pemerintah lebih berhati-hati dalam menetapkan asumsi makro nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, untuk menyusun RAPBN-Perubahan 2015.

"Kira-kira masih Rp12.200. Tahun ini lebih dekat ke Rp12.200 daripada ke Rp12.000, gambarannya seperti itu. Tapi sementara kita masih pakai dulu yang di APBN 2015 (asumsi Rp11.900 per dolar AS). Nanti di pembahasan dengan DPR akan kita lihat lagi," katanya.

Sementara itu, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi, sempat bergerak melemah 77 poin ke posisi Rp12.722 per dolar AS dibandingkan posisi sebelumnya sebesar Rp12.645 per dolar AS.

Analis PT Platon Niaga Berjangka, Lukman Leong mengatakan nilai dolar AS kembali menguat terhadap mayoritas mata uang dunia di tengah penantian notulensi rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) oleh pelaku pasar keuangan.

"Antisipasi pasar terhadap notulensi itu membuat dolar AS kembali menguat di pasar global sehingga berimbas negatif kepada rupiah di pasar valuta asing (valas) domestik," katanya.

Kendati demikian, potensi mata uang rupiah berbalik arah ke area penguatan cukup terbuka. Hal itu disebabkan ekspektasi sebagian pelaku pasar keuangan, yang menilai The Fed tidak akan menaikkan suku bunganya dalam waktu dekat, menyusul perlambatan data ekonomi AS.

Pewarta: Satyagraha
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015