Bagaimana kita bisa memperjuangkan hukuman mati bagi buruh migran di luar negeri jika kita memberlakukan hukuman mati di negeri sendiri?
Jakarta (ANTARA News) - Penerapan hukuman mati dan penolakan grasi oleh Presiden Joko Widodo merupakan dilema bagi penegakan Hak Azazi Manusia (HAM) di Indonesia, demikian kata Yuyun Wahyuningrum, Senior Advisor on ASEAN and Human Rights.

Menurut dia, bila Indonesia masih menerapkan hukuman mati, maka itu adalah kemunduran HAM di Indonesia sekaligus menumpulkan senjata diplomatik negara Indonesia.

"Ini adalah suatu hal yang saya tidak bisa terima. Sebagai negara yang bicara menjunjung HAM, mempromosikan HAM, tapi sekarang menginstitusionalkan pembunuhan dengan basis narkoba," katanya, Kamis.

"Ini membuat kita kembali kehilangan diplomatik tool untuk melindungi warga negara Indonesia di luar negeri," lanjutnya.

Buruh migran misalnya, para buruh migran yang kita kenal menurut Yuyun kalaupun mereka membunuh, mereka membunuh karena melindungi diri sendiri dan hal itu bukan sesuatu yang mereka rencanakan.

"Bagaimana kita bisa memperjuangkan hukuman mati bagi buruh migran di luar negeri jika kita memberlakukan hukuman mati di negeri sendiri?" kata Yuyun.

Jika Presiden Jokowi menolak permohonan grasi narapidana narkoba, Yuyun melihat isu ini membutuhkan pembenahan secara struktural. Ia berpendapat bahwa menghukum mati orang bukan menjadi jawaban, melainkan harus ada perbaikan struktur dengan kampanye dan edukasi.

Hukuman mati bukanlah sebuah praktek negara yang demokrasi, dan hukuman jenis tidak memiliki efek menurunkan kriminalitas, pungkasnya.

Pewarta: Arindra Meodia
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2015