Yogyakarta (ANTARA News) - Presiden Joko Widodo sebagai kepala negara diharapkan menata ulang kepemimpinan lembaga-lembaga penegakan hukum, kata Direktur Eksekutif Institute of Public Policy and Economic Studies Ahmad Maruf.

"Langkah itu diperlukan agar lembaga-lembaga penegakan hukum tidak dikelola oleh orang-orang bersumbu pendek yang mudah konflik," katanya menanggapi hubungan yang kurang baik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri, di Yogyakarta, Senin.

Menurut dosen Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) itu, hubungan yang kurang baik antara dua lembaga penegakan hukum yakni KPK dengan Polri berpotensi mengancam stabilitas perekonomian nasional.

"Target APBN Perubahan 2015 yang diajukan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) terancam tidak terpenuhi. Bagaimana pun, stabilitas politik dan hukum menjadi prasyarat produktivitas pembangunan ekonomi," katanya.

Ia mengatakan APBN Perubahan 2015 yang dipatok pemerintah memiliki asumsi makro yang moderat di antaranya, target inflasi lima persen, kurs rupiah Rp12.200 per dolar AS, tingkat suku bunga SPN tiga bulan 6,2 persen, dan pertumbuhan ekonomi 5,8 persen.

"Angka tersebut lebih pesimistis dibandingkan dengan yang disusun dalam APBN 2015. Meskipun besaran asumsi sudah direndahkan, adanya konflik Polri dengan KPK yang berkepanjangan akan berdampak mengganggu pencapaian asumsi tersebut," katanya.

Menurut dia, pembangunan ekonomi jangan dikorbankan hanya karena ada konflik antarlembaga yang justru kontraproduktif. Konsentrasi Presiden Jokowi akan terganggu dengan adanya konflik yang tidak hanya bernuansa hukum tetapi juga politis itu.

"Energi pemerintah bisa terkuras dengan ketegangan itu. Padahal pada triwulan pertama 2015 pembangunan ekonomi membutuhkan konsentrasi untuk sprint memacu ekonomi nasional pada kuartal berikutnya," katanya.

Ia mengatakan presiden dan para menteri bisa kehilangan fokus dalam mengelola ekonomi nasional. Sebagai contoh, pada saat gaduh itu banyak kontrak karya tambang yang terabaikan, seperti perpanjangan kontrak PT Freeport di Papua. Padahal, hal itu strategis.

Oleh karena itu, kata dia, harus ada penyelesaian secara bijaksana dan cepat atas ketegangan tersebut. Bagaimana pun publik mencitakan kelembagaan penegakan hukum, baik kepolisian, kejaksaan, KPK maupun MA yang bersih dan steril dari penjahat publik.

"Kalau memang para pemegang mandat itu dinilai tidak bersih, saatnya presiden bisa mengambil langkah tegas menggunakan kewenangannya untuk membersihkan kelembagaan negara," katanya.

Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015