Jerusalem (ANTARA News) - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Minggu (8/3) menyatakan bahwa pidatonya pada 2009 yang mendukung berdirinya Negara Palestina "tak lagi relevan", kata juru bicara Partai Likud kepada kantor berita Xinhua.

Markas pemilihan umum Partai Likud menyiarkan pernyataan Netanyahu itu menanggapi pertanyaan dari wartawan Israel mengenai selebaran kampanye Partai Likud yang disebarkan pada akhir pekan di beberapa sinagoga dimana Partai Likud menyatakan pidato Bar Ilan 2009 tidak berlaku.

Selebaran itu juga menyebutkan bahwa Netanyahu telah "berjuang sepanjang hidupnya untuk menentang berdirinya Negara Palestina".

Pada Juni 2009, Netanyahu menyampaikan dukungannya bagi penyelesaian dua-negara, dengan berdirinya Negara Palestina yang didemiliterisasi berdampingan dengan Israel, dan yang akan mengakui Israel sebagai negara Yahudi.

Namun juru bicara Partai Likud pada Sabtu mengatakan selebaran tersebut hanya menyampaikan pandangan pribadi anggota parlemen dari Partai Likud Tzipi Hotovoli.

Pada Minggu, partai "hawkish" Israel itu mengeluarkan pernyataan kepada pers yang menyampaikan sikap yang sama dengan yang terdapat di selebaran tersebut.

"Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa dalam situasi Timur Tengah saat ini, setiap wilayah yang dikosongkan akan dirampas oleh kaum garis keras Islam dan organisasi teror yang didukung oleh Iran," demikian antara lain isi pernyataan itu.

"Oleh karena itu, tak boleh ada penarikan atau konsesi, sebab itu tidak lagi relevan."

Sikap ekstrem Partai Likud itu dikeluarkan dua hari setelah harian Yedioth Aharonot menyiarkan dokumen berisi apa yang dikatakan sebagai konsesi yang siap dilakukan Netanyahu untuk mencapai kesepakatan kerangka kerja tahun 2013, sebelum babak terkini perundingan yang diperantarai Amerika Serikat yang berlangsung antara Juli 2013 dan April 2014.

Menurut dokumen tersebut, Netanyahu "bersedia menarik tentara dan mengungsikan pemukim Yahudi dari banyak bagian Tepi Barat Sungai Jordan yang diduduki Israel dalam Perang Timur 1967".

Netanyahu juga diberitakan "bersedia bertukar beberapa wilayah blok permukiman utama dengan wilayah Palestina di Israel dan, di antara yang lain, semua tuntutan utama Palestina (dan masyarakat internasional) bagi penyelesaian dua-negara".

Pada Januari, Netanyahu mengatakan dalam satu wawancara dengan stasiun televisi berita Channel 2 bahwa pidato Bar Ilan tidak berakhir tapi "Palestina telah melanggar isinya".

Babak terakhir perundingan yang diperantarai oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry berakhir pada April dalam kebuntuan.

Israel menyampaikan tuntutan keamanan keras dari Palestina dan perdana menteri Israel mengecam Pemerintah Otonomi Palestina karena tak mengakui Israel sebagai negara Yahudi.

Setelah berakhirnya perundingan itu, Pemerintah Otonomi Palestina menandatangani beberapa kesepakatan internasional guna mendorong tindakan sepihak agar bisa mendirikan Negara Palestina.

Netanyahu dan pemerintahnya menyalahkan tindakan sepihak Pemerintah Otonomi Palestina, serta apa yang dikatakan sebagai "hasutan" yang mengakibatkan serangan sporadis di Jerusalem dan Tepi Barat.

Pemerintah Israel juga dalam beberapa bulan belakangan menahan penyerahan uang pajak Palestina yang dikumpulkannya di Tepi Barat atas nama Pemerintah Otonomi Palestina.

Pekan lalu, Organisasi Pembebasan Palestina (Palestinian Liberation Organization/PLO) melakukan pemungutan suara untuk mendukung penghentian kerja sama keamanan dengan Israel di Tepi Barat.

Presiden Palestina Mahmoud Abbas belum secara resmi mengumumkan apakah ia akan mengikuti keputusan PLO. (Uu.C003)

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015