... lebih dari satu juta orang di-PHK setelah harga batubara jatuh dalam tiga tahun terakhir...
Jakarta (ANTARA News) - Tiga LSM lingkungan, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), dan Greenpeace Indonesia mendesak pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) menghentikan pemakaian batubara sebagai sumber energi. 

Mereka mendesak pemerintah mengubah paradigma kebijakan energi nasional berbasis batubara yang dinilai mencemari lingkungan. Masih sangat banyak alternatif penyediaan energi nasional dan setempat yang bisa dikelola.

Angin, gas Bumi, uap panas Bumi, sinar surya, bahan bakar nabati, mikrohidro, dan beberapa yang lain sangat layak dikembangkan secara lebih serius oleh pemerintah. 

"Pilihan pada batubara pada situasi saat ini, bukan semata-mata untuk kepentingan energi nasional. Kuasa politik bersinergi dengan modal merendahkan derajat keselamatan rakyat kini dan akan datang," kata koordinator Jatam, Hendrik Siregar, di Jakarta, Jumat. 

Ruang-ruang produktivitas rakyat, kata dia, hanya dihargai pada statistik makro yang tak sebanding dengan penghancuran yang diwariskan.

Pemerintahan Jokowi–JK dinilai justru menempatkan sektor pertambangan batubara sebagai salah satu sumber pendapatan ekonomi nasional. Siregar mengatakan, pemerintah berencana membangun pembangkit listrik 35.000 MegaWatt pada 2019 yang lebih dari 60 persen di antaranya akan menggunakan energi kotor batubara.

Kajian mendalam menyatakan, target pemerintahan sebelumnya membangun pembangkit listrik berkapasitas 10.000 MegaWatt dalam 10 tahun saja tidak tercapai, apalagi dengan target 35.000 MegaWatt dalam waktu cuma lima tahun.

Sebagai catatan, batubara adalah bahan bakar fosil terkotor di dunia, secara global batubara bertanggung jawab terhadap lebih dari separuh emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim. 

Daya rusak dan jejak kehancuran yang disebabkan oleh batubara terjadi sejak dari penambangan, pengangkutan, sampai ke pembakaran batubara di pembangkit listrik.

Siregar menambahkan, masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan pertambangan batubara, umumnya transmigran dan penduduk setempat selama ini sering dijanjikan pekerjaan agar mau melepaskan ruang hidup mereka untuk dijadikan kawasan pertambangan batubara. 

"Namun kini lebih dari satu juta orang di-PHK setelah harga batubara jatuh dalam tiga tahun terakhir. Dan yang tersisa lubang-lubang tambang yang tak mendukung perekonomian setempat," katanya.

Sementara itu, Unit Kajian Walhi, Pius Ginting, mengatakan momentum kejatuhan harga batubara sebaiknya mendorong pemerintah pusat dan daerah membuat kebijakan membatasi produksi batubara dengan sistem kuota yang jauh lebih kecil dari yang ada selama ini ada.

"Pembatasan berdasarkan kriteria pemulihan lingkungan dan sosial, bukan kuota berdasarkan keadaan pasar yang fluktuatif dan tak kenal batas," kata Ginting.

Bulan lalu, kata Kepala Kampanye Iklim dan Energi, Greenpeace Indonesia, Arif Fiyanto, Jokowi mengunjungi China dan Jepang untuk mengundang investor dari kedua negara itu untuk menanamkan modalnya dalam pembangunan pembangkit listrik baru.

“Visi Jokowi-JK untuk mencapai kedaulatan energi mustahil tercapai jika mereka masih menempatkan energi kotor batubara sebagai sumber energi nasional," kata dia. 

Batubara merupakan sumber energi kotor yang tak terbarukan, alih-alih mencapai kedaulatan energi, yang akan terjadi justru kehancuran lingkungan massif yang disebabkan oleh eksploitasi batubara yang juga massif di negeri ini.

"Jokowi dan JK seharusnya memimpin revolusi energi di Indonesia dengan beralih dari energi kotor batubara ke sumber-sumber energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan, dan itu harus diawali dengan perubahan paradigma kebijakan energi nasional," kata Fiyanto.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015