Kami menerima informasi intelijen dari sumber-sumber kami bahwa seorang sosok sangat penting berada di kota Hawija dan kami sedang menunggu untuk menyergapnya. Berdasarkan informasi itu, diyakini bahwa sosok tersebut adalah al-Baghdadi, tapi ternyata
Baghdad/Erbil (ANTARA News) - Ezzat Ibrahim al-Douri, sosok bekas tangan kanan mendiang Presiden Irak Saddam Hussein serta pemimpin pemberontakan Sunni Irak, dilaporkan tewas di tangan pasukan Irak dan milisi Syiah.

Douri terbunuh dalam sebuah serangan militer, kata gubernur provinsi Salahuddin, Raek al-Jubouri, kepada Reuters.

Jaringan televisi di seluruh Arab, al-Arabiya, memunculkan gambar-gambar jenazah pria, yang menyerupai al-Douri.

Baghdad sebelumnya melakukan kesalahan beberapa kali ketika mengumumkan kematian al-Dhouri, namun kali ini foto-foto yang beredar itu menunjukkan seorang pria dengan bentuk muka dan rambut mirip Douri.

Al-Jubouri mengatakan kepada Reuters, DNA" jenazah akan diuji dan hasilnya akan dikeluarkan "segera".

Jika benar, kematian al-Douri akan menjadi pukulan besar bagi pemberontakan Sunni, yang merupakan gabungan bekas para personel Baath dan Negara Islam (ISIS).

"Dalang operasi-operasi teroris sudah dibunuh dan ia adalah Ezzat al-Douri," kata al-Jubouri kepada TV Arabiya. "Al-Douri merupakan dalang terbesar di belakang semua serangan yang merongrong Irak. Kabar ini akan memberikan dampak pada moral para petempur."

Setelah serangan pimpinan Amerika Serikat pada 2003, Douri berada di urutan keenam dari 55 orang Irak paling dicari dalam daftar militer AS, yang mengiming-imingi siapapun yang bisa menangkap Douri akan mendapatkan imbalan sebesar 10 juta dolar AS (Rp128,4 miliar).

Para pejabat Irak dan AS mencurigai al-Douri sebagai sosok yang menyusun dan memimpin pemberontakan di Irak pada 2005-2007.

Ia lolos dari penangkapan selama pendudukan AS yang lama di saat pembantu-pembantu Saddam lainnya terbunuh atau diajukan ke pengadilan dan, sementara itu, perang saudara melanda Irak.

Karim al-Nouri, pemimpin organisasi Badr dan juru bicara milisi Syiah yang memerangi Negara Islam (ISIS), mengatakan pasukannya ikut ambil bagian dalam operasi tersebut kendati mereka pikir yang menjadi target saat itu adalah pemimpin Negara Islam, Abu Bakr al-Baghdadi.

"Kami menerima informasi intelijen dari sumber-sumber kami bahwa seorang sosok sangat penting berada di kota Hawija dan kami sedang menunggu untuk menyergapnya. Berdasarkan informasi itu, diyakini bahwa sosok tersebut adalah al-Baghdadi, tapi ternyata al-Douri."

"Ia adalah orang kedua setelah Saddam Hussein dan merupakan koordinator antara partai Baath dan IS. Jenazahnya sekarang sedang diidentifikasi, tapi kami yakin bahwa ia adalah al-Douri," tambah al-Nouri.

Khdhayer Almurshidy, juru bicara yang berada di pengasingan bagi bekas partai Baath Irak, mengatakan kepada TV al-Hadath Irak bahwa laporan-laporan soal kematian al-Douri itu palsu.

Namun, Al-Jubouri mengatakan kepada Reuters bahwa "satu kelompok pasukan keamanan berangkat, mengepung sebuah lokasi dan teroris-teroris itu terbunuh. Tiga di antaranya adalah pengebom bunuh diri dan meledakkan diri mereka. Di antara mayat yang ada adalah jenazah Douri."

Ia mengatakan operasi itu dilancarkan di daerah Hamrin dekat al Alam di provinsi Salahuddin. Pasukan Irak sebelumnya tidak mengetahui bahwa al-Douri berada di situ.

Jubouri menggambarkan operasi tersebut sebagai "sebuah kemenangan besar dan serangan terhadap para teroris", dengan mengacu pada Negara Islam, cabang Al Qaida yang telah menguasai banyak wilayah di Suriah dan Irak serta menyatakan kekhalifahan.

Pemerintahan Baghdad pimpinan Syiah telah meningkatkan serangan terhadap Negara Islam serta bekas personel-personel Baath.

Douri, yang lahir di kota tempat Saddam berasal, Tikrit, membantu merancang kudeta 1968, yang membuat partai Baath masuk ke kekuasaan.

Ia menjabat sebagai wakil presiden hingga terjadinya serangan pimpinan AS pada 2003, yang menggulingkan Saddam.

Douri adalah seorang pejabat tinggi yang bertanggung jawab untuk wilayah Irak utara ketika gas beracun digunakan di Halabja pada 1988 hingga menewaskan 5.000 warga Kurdi. Ia pernah pergi ke Wina pada 1999 dalam rangka mendapatkan pelayanan medis untuk menghindari penahanan karena dugaan melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.

(Uu.T008) 

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015