Jakarta (ANTARA News) ) - Indonesia Maritime Institute (IMI) tidak setuju atas rencana investasi Tiongkok bidang infrastruktur yang akan membangun 24 perusahaan di Indonesia, karena  sebagai negara kepulauan, Indonesia wajib bertransformasi menjadi negara maritim.

"Memang tidak mudah membangun Indonesia menjadi negara maritim yang memiliki konfigurasi geografis yang terdiri atas ribuan pulau. Konektifitas laut merupakan hal yang vital sesuai Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957," kata Direktur Eksekutif IMI, Dr Y Paonganan dalam keterangan persnya diJakarta, Sabtu.

Menurutnya, pelabuhan laut, adalah infrasutruktur yang sangat penting bagi sebuah negara yang mengandalkan laut sebagai jalur distribusi logistiknya, apalagi Indonesia tentu sangat tergantung pada sistem transportasi laut.

"Karena pelabuhan adalah infrastruktur yang sangat vital, dimana barang yang keluar dan masuk ke Indonesia melalui pelabuhan itu, sudah seharusnya semua pelabuhan dibangun dan dikuasai oleh negara bahkan manajemennya harus dikendalikan oleh negara, dengan tetap menggunakan standar-standar internasional yang ditetapkan oleh IMO (International Maritime Organization)," katanya.

Paonganan menilai Indonesia kurang paham mengenai kondisi maritimnya, dimana menyerahkan 24 pelabuhan vital yang katanya terkait dengan konsep tol laut itu untuk dibangun oleh Tiongkok dengan alasan investasi.

Dia juga mempertanyakan konsep tol laut Indonesia yang dinilainya akan  mendukung "jalur sutra" Tiongkok dan akan menjadikan laut Indonesia  untuk melancarkan distribusi produk Tiongkok  ke seluruh dunia.

Pewarta: Ruslan Burhani
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015