Proses penghentian itu harus diikuti dengan SP3 yang ada kepastian hukum, kalau belum ada itu berarti perkaranya masih terbuka."
Jakarta (ANTARA News) - Anggota tim Divisi Hukum Mabes Polri Joel Baner Toendan menegaskan bahwa kasus hukum yang menimpa Novel Baswedan hanya ditunda penanganannya, bukan dihentikan seperti yang disampaikan oleh Abraham Samad.

"Proses penghentian itu harus diikuti dengan SP3 yang ada kepastian hukum, kalau belum ada itu berarti perkaranya masih terbuka. Suatu saat bisa dinaikkan karena menyangkut kepentingan korban selaku pencari keadilan," tuturnya usai mengikuti sidang praperadilan Novel di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis malam.

Sebelumya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Abraham Samad yang dihadirkan sebagai saksi dari pihak Novel menyebutkan bahwa kasus Novel sudah secara eksplisit dihentikan melalui pernyataan dari mantan Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo dilanjutkan dengan penegasan dari mantan Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman.

Terkait dengan pernyataan Novel tersebut, Joel kembali menekankan pentingnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) sebagai bukti resmi bahwa sebuah kasus sudah dihentikan penyidikannya, karena jika hanya berdasarkan asumsi seperti yang dilontarkan Samad, maka akan membahayakan proses hukum di negara ini.

"Kalau katanya saja bisa bahaya penegakan hukum kita, (penghentian penyidikan) itu kan perlu bentuk (tertulisnya). Itu asumsi (Abraham Samad) saja," katanya.

Selain menganggap Samad menyatakan asumsi dalam keterangannya di muka persidangan, Joel juga menganggap Samad telah melakukan sebuah intervensi terhadap penyidik Polri karena meminta Kapolri pada saat itu untuk menghentikan penyidikan Novel agar dia bisa diangkat menjadi pegawai tetap KPK.

"Kalau begitu lalu bagaimana perlindungan hukum terhadap Irwansyah, korban yang selama delapan tahun tersiksa dengan proyektil di kakinya. Sementara dia sebagai orang tidak mampu bingung bagaimana mau mengangkat proyektil itu karena tidak ada biaya," tuturnya.

Irwansyah Siregar diketahui merupakan salah satu korban penembakan yang menurut uji balistik laboratorium forensik Mabes Polri, proyektil yang bersarang di kakinya berasal dari senjata api yang digunakan oleh Novel pada 2004.

Proyektil yang bersarang tersebut baru dikeluarkan dari kaki Irwansyah melalui operasi pada 2012.

Penundaan penanganan kasus Novel juga sudah disampaikan oleh tim Divisi Hukum Mabes Polri dalam sidang sebelumnya, Senin (1/6), di mana dalam pembacaan jawaban atas permohonan praperadilan Novel pihak Polri menyatakan ada instruksi dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada saat itu, yang pada pokoknya memerintahkan agar kasus Novel ditangguhkan penanganannya karena waktunya tidak tepat.

"Maka proses penanganan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh pemohon untuk sementara ditangguhkan," tutur Joel.

Novel dan tim kuasa hukumnya mempraperadilankan tindakan penangkapan dan penahanan yang dilakukan penyidik Bareskrim Mabes Polri pada 1 Mei 2015.

Karena menilai adanya kesalahan prosedur dalam tindakan tersebut, maka kuasa hukum Novel Baswedan meminta hakim praperadilan memutuskan tidak sah penangkapan berdasarkan surat perintah penangkapan tertanggal 24 April 2015 dan penahanan berdasarkan surat perintah penahanan tertanggal 1 Mei 2015.

Proses hukum terhadap Novel dimulai sejak Jumat (1/5) pagi yaitu sekitar pukul 00.30 WIB Novel dijemput paksa oleh penyidik Bareskrim Polri untuk dibawa ke Bareskrim.

Dalam perkara ini, Novel diduga keras melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan atau seseorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan sarana paksaan, baik untuk memeras pengakuan maupun untuk mendapat keterangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat 2 KUHP dan atau pasal 422 KUHP jo Pasal 52 KUHP yang terjadi di Pantai Panjang Ujung Kota Bengkulu tanggal 18 Februari 2004 atas nama pelapor Yogi Hariyanto.

Novel Baswedan dituduh pernah melakukan penembakan terhadap enam pelaku pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004. Penembakan tersebut diyakini menjadi penyebab utama tewasnya salah satu pelaku yaitu Mulyan Johani alias Aan.

Novel yang saat itu berpangkat inspektur satu (iptu) polisi dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu dianggap melakukan langsung penembakan tersebut.

Pewarta: Yashinta DP
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2015