Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR RI Masinton Pasaribu mengingatkan bahwa keberadaan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) tak boleh dipandang sebelah mata meski aktivitas kelompok itu terkonsentrasi di Timur Tengah.

"Memang mereka berada di Timur Tengah sana. Tapi dari apa yang terjadi selama ini, tentunya kita harus sigap dan tegas dalam menghadapi bahaya ISIS," kata Masinton di Jakarta, Kamis.

Apalagi, lanjut dia, terbukti telah banyak Warga Negara Indonesia (WNI) yang terkena bujuk rayu ISIS untuk berperang di Suriah dan Irak. Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan sehingga harus ada upaya pencegahan dan penanggulangan yang terprogram.

"ISIS ini boleh dibilang licik dan pintar. Mereka menggunakan berbagai media canggih untuk melakukan propaganda. Mereka juga memiliki dana untuk melancarkan setiap aksinya," kata dia.

Menurut Masinton, menjadi tantangan berat bagi bangsa Indonesia untuk memperkuat sendi-sendi kebangsaan dari rongrongan paham radikalisme ISIS.

Untuk itu, Masinton mendukung upaya-upaya dari berbagai lembaga terkait seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kepolisian dalam mengantisipasi dan mencegah penyebaran paham ISIS.

Ia juga meminta agar upaya-upaya pencegahan, baik itu berupa diskusi, dialog, dan sosialisasi tentang bahaya ISIS, terus dilakukan di seluruh lapisan masyarakat Indonesia, agar mereka tidak memiliki celah menyebarkan pahamnya di Indonesia.

"Jadi, kita harus bisa bersatu dengan memperkuat ideologi kita yaitu Pancasila, untuk membendung propaganda ISIS tersebut," ujar Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan itu.

Guru besar sosiologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Prof Dr Bambang Pranowo sepakat bahwa untuk membendung ISIS, maka harus memperkuat pemahaman agama dan ideologi generasi muda.

"Dari kajian yang pernah saya lakukan, orang yang paling mudah terpengaruh dengan propaganda paham radikalisme ini di kisaran usia 21-29 tahun, dan paling tua masih di bawah 40 tahun," kata dia.

Menurutnya, cara yang paling efektif untuk mencegah agar generasi muda tidak mudah terpengaruh paham radikalisme yakni dengan cara melakukan deideologisasi.

"Artinya, ideologi dilawan dengan ideologi," ujar pria yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Mathlaul Anwar, Banten, ini.

Pewarta: Sigit Pinardi
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2015