... jangan sampai dipersepsikan tajam di bawah tumpul di atas...
Jakarta (ANTARA News) - Ungkapan "hukum sebagai panglima" pertama kali dikenal publik melalui guru besar hukum tata negara UI, Prof Yusril Ihza Mahendra, di penghujung dasawarsa '90-an. Kini ungkapan bekas menteri sekretaris negara itu coba dipopulerkan lagi. 

Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengatakan, salah satu dari program Nawa Cita pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, adalah ingin mengembalikan hukum sebagai panglima dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat.

"Hukum jangan sampai dipersepsikan tajam di bawah tumpul di atas. Artinya jika yang bersalah itu orang lemah aparat hukum telah sigap menindaknya, namun jika yang bersalah itu pejabat atau penyelenggara negara, aparat hukum enggan menindaknya," kata Kumolo, dalam keterangannya, di Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, pemerintahan Jokowi-Kalla mendukung reformasi hukum dengan membuat sistem yang lebih transparan, memprioritaskan pemberantasan korupsi.

"Keinginan pemerintah membuat proses hukum yang lebih transparan penting karena selama ini aparat penegak hukum, minus KPK persepsi masyarakat terhadap peradilan, kejaksaan dan kepolisian masih dinilai lemah," katanya.

Dikatakan dia, program Nawa Cita, keinginan presiden tersebut telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 yang telah diundangkan pekan lalu.

"Hal itu guna segera mengembalikan jati diri bangsa agar mempunyai daulat rakyat, daulat ekonomi dan daulat kebudayaan serta kedaulatan hukum yang akan diimplementasikan dalam sembilan program pembangunan diantaranya, pembangunan sistem hukum nasional yang lebih transparan dan bebas dari korupsi," kata Kumolo. 

Yang terakhir ini juga terkandung dalam intisari Trisakti-nya Presiden Soekarno.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015