Daka, Bangladesh (ANTARA News) - Pengadilan Tinggi Bangladesh pada Rabu menjatuhkan hukuman mati kepada politisi oposisi atas kejahatan perang selama perang pada 1971 untuk meraih kemerdekaan dari Pakistan.

Mahkamah Agung Bangladesh pimpinan Ketua Mahkamah SK Sinha menolak banding, yang diajukan Salahuddin Quader Chowdhury terhadap hukuman mati, yang dijatuhkan kepadanya pengadilan kejahatan perang dua tahun lalu, kata saksi di pengadilan.

Dalam pernyataan singkatnya, Sinha mengatakan pengadilan menjatuhkan hukuman mati atas kejahatan pemunahan dan penyiksaan oleh pria berusia 66 tahun tersebut, yang juga anggota senior oposisi utama Partai Nasionalis Bangladesh (BNP).

Chowdhury awalnya dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Kejahatan Internasional, pengadilan kejahatan perang dalam negeri dengan sembilan tuduhan termasuk genosida, penyiksaan, dan pemerkosaan.

Itu pertama kali politikus BNP dihukum karena perannya dalam konflik, di mana saat itu Pakistan Timur yang saat ini menjadi negara Bangladesh memisahkan diri dari Islamabad.

Putusan tersebut telah memicu kekerasan mematikan dan keamanan telah ditingkatkan di Daka dan kota pelabuhan selatan Chittagong, di mana Chowdhury telah mewakili sebagai anggota parlemen selama tiga dekade di daerah tersebut.

Jaksa Agung Mahbubey Alam mengatakan kepada wartawan bahwa ia puas dengan putusan hukuman mati tersebut.

Namun, pengacara Khandaker Mahbub Hossain mengatakan tim hukum Chowdhury kecewa dan akan mencari pertimbangan terhadap putusan itu di pengadilan yang sama.

Jaksa mengatakan Chowdhury akan dikirim ke tiang gantung dalam hitungan bulan kecuali kasusnya ditinjau oleh pengadilan yang sama atau dia diberikan grasi oleh presiden.

Ratusan pengunjuk rasa termasuk aktivis partai berkuasa menggelar "prosesi kemenangan" setelah mendengar berita putusan tersebut di mana mereka telah berkumpul sejak subuh di Shahbagh Square yang berada di ibu kota Daka.

Jaksa menjelaskan bahwa Chowdhury yang juga seorang menteri dalam pemerintahan yang dipimpin BNP sebelumnya, sebagai pembunuh tanpa ampun yang membunuh lebih dari 200 orang Hindu termasuk pemilik perusahaan jamu terkenal.

Pengadilan menyatakan bahwa Chowdhury telah menyeret pemilik Nutan Chandra Sinha dari ruang doanya dan tentara Pakistan lalu menembaknya.

"Chowdhury kemudian menembaknya lagi untuk memastikan dia sudah mati," kata Jaksa Zead Al Malum mengatakan kepada AFP setelah putusan tersebut.

BNP dan sekutu Islam mengatakan pengadilan adalah alat untuk Perdana Menteri Sheikh Hasina Liga Awami membungkam lawan-lawan politiknya.

(B020/B002)

Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2015