Kenapa kita perlu menghayati dan memahami pembukaan UUD 45, karena di situ pijakan dasar, ketidakmampuan pemimpin bangsa setelah Soekarno dalam menerjemahkan tiap alinea di UUD 1945,"
Jakarta (ANTARA News) - Budayawan Eros Djarot menilai pemimpin bangsa perlu memahami dan menghayati, khususnya pembukaan UUD 1945 agar persoalan bangsa yang sudah carut-marut dapat diselesaikan dengan baik.

"Kenapa kita perlu menghayati dan memahami pembukaan UUD 45, karena di situ pijakan dasar, ketidakmampuan pemimpin bangsa setelah Soekarno dalam menerjemahkan tiap alinea di UUD 1945," kata Eros dalam diskusi Refleksi Hari Kemerdekaan Indonesia, Memaknai Ulang Kemerdekaan Indonesia di Kantor DPP NasDem, Jakarta, Sabtu.

Ia pun mengimbau agar masyarakat bisa memahami dasar-dasar negara Indonesia agar bangsa Indonesia bisa memaknai ulang arti kemerdekaan yang pernah diperjuangkan oleh para pemimpin terdahulu.

"Kalau kita mau refleksikan sesuatu harus ada dasarnya. Harus ada yang dijadikan pegangan. Yang sederhana, apakah yang sekarang ini bangsa adalah bangsa yang sesuai dengan mimpi dan cita-cita? Kalau mau memberikan penilaiannya saya mengajak ke pemikiran dasar," katanya.

Eros mengatakan, yang menjadi masalah dari refleksi kemerdekaan adalah ketidakmampuan pemimpin bangsa dalam menerjemahkan setiap alinea dari pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

"Inilah yang mengakibatkan carut marutnya kondisi negara Indonesia, sebab dalam pembukaan UUD 1945 sudah tercantum berbagai maksud dan tujuan dari diperjuangkannya kemerdekaan," katanya.

Di alinea pertama, menurut dia, bermakna pendiri publik mengingatkan generasi bahwa ada tata nilai yang dijunjung tinggi bangsa, yaitu kemerdekaan. Di alinea kedua ada catatan perjalanan sejarah, bahwa kemerdekaan bukan jatuh dari langit melainkan lewat perjuangan.

Selain itu, di alinea ketiga menjelaskan pernyataan politik bangsa bahwa berkat restu Tuhan tercapai kemerdekaan. Sedangkan di alinea keempat, ditawarkan bagaimana mengisi kemerdekaan, sehingga masyarakat bisa mengetahui apa yang harus dilakukan ke depannya.

"Bagaimana anda membangun Pancasila dengan pondasi liberal kapitalisme. Jangan hanya pakai trisakti patau nawacita. Kita harus memahami pola pikir pemimpin terdahulu. Jangan coba-coba jadi anggota DPR, DPRD, atau penguasa kalau belum paham tentang negeri ini. Karena pertanyaan terakhirnya mau dibawa ke mana negeri ini," tuturnya.

Modernisasi Pemilu

Dalam kesempatan yang sama, politisi Partai NasDem Prananda Paloh mendorong terobosan politik baru, salah satunya soal penyederhanaan parpol, modernisasi pemilu.

"Itu baru bisa kita dengan mindset dan paradigma baru. Salah satu contohnya pemilu untuk memurahkan dengan informasi teknologi, e-scaning, digital, vote langsung ada, jadi tidak bisa dan tidak ada lagi kecurangan," ujar Prananda.

Pemikiran Prananda ini sebagai bentuk perubahan paradigma baru politik Indonesia ke depan, khususnya dalam hal demokrasi. Dia juga berharap tidak ada perhitungan secara manual.

"Manual penghitungan juga tidak ada lagi, Contohnya Amerika, pagi pemilihan sorenya sudah ada," jelasnya.

Selain itu, kampanye akbar juga tidak perlu dilakukan. Sosialisasi kecil-kecilan dan sedang pun boleh. Atau melakukan sosialisasi pribadi, dan dengan teknologi mampu.

Wakil Ketua Fraksi NasDem itu optimis Indonesia bisa memberlakukan itu bila undang-undangnya segera dibahas.

"Tapi pertanyaannya saya apakah parpol mau. Bisa saja patut diduga mungkin senang dengan status quo yang ada, karena bisa dimainkan, bisa dinegosiasikan," ujarnya.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015