New York (ANTARA News) - Bursa saham dunia jatuh lebih dalam lagi sepanjang Selasa akibat rilis data ekonomi baru makin menguatkan asumsi bahwa perekonomian Tiongkok tengah melambat, sehingga memicu aksi jual besar-besaran di seluruh dunia, dari bursa Tokyo sampai New Yokr, selain juga memaksa  perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia direvisi.

Tiga persen penurunan harga saham di Wall Street telah cukup membuat investor babak belur yang terpaksa menjual saham secara besar-besaran yang kebanyakan saham-saham blue-chip perbankan dan perusahaan IT untuk kemudian mengalihkan portofolio modal ke obligasi.

Aksi jual yang massif itu dipicu oleh keluarnya data terbaru manufaktur Tiongkok yang memperlihatkan aktivitas industri Tiongkok mengalami kemandekan di mana indeks aktivitas manufaktur PMI mencapai titik terendah dalam tiga tahun terakhir pada 49,7 yang mengindikasikan terjadi kontraksi pada aktivitas pabrik.

Data itu membuat dunia makin khawatir atas kesehatan ekonomi Tiongkok yang merupakan perekonomian terbesar kedua di dunia, dan bagaimana perlambatan ini berdampak pada dunia

Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional IMF Christine Lagarde memperkirakan petumbuhan ekonomi dunia lebih lemah dari 3,3 persen yang dua bulan lalu dinyatakan IMF.

Berbicara di Indonesia, Lagarde memperingatkan negara-negara ekonomi berkembang untuk waspada dengan menghadapi potensi dampak perlambatan Tiongkok dan mengetatnya kondisi keuangan global.

Akibatnya bursa dunia mengalami tekanan jual di mana-mana.

Indeks saham Shanghai tertekan 1,23 persen, sedangkan Hong Kong terbanting 2,24 persen. Demikian juga Nikkei Jepang yang ambruk 3,84 persen.

Tekanan jual juga melanda Eropa di mana bursa London amblas 3,03 persen, Frankfurt anjlok 2,38 persen, dan Paris terpangkas 2,40 persen.

Di seberang Eropa di AS, indeks patokan S&P 500 terhempas 2,96 persen, demikian indeks utama Dow Jones Industrial Average yang tertekan dalam level kurang lebih sama.

"Pasar ekuitas mengawali bulan baru dengan merah setelah data manufaktur Tiongkok yang lebih mengecewakan telah meningkatkan kekhawatiran mengenai melambatnya perekonomian terbesar kedua di dunia itu," kata analis Mike van Dulken pada Accendo Markets seperti dikutip AFP.

Wu Kan dari JK Life Insurance menambahkan, "Indeks manufaktur Tiongkok masih menunjukkan bahwa perekonomian Tiongkok tengah berada pada proses mencari dasarnya."

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015