Ini kan belum ajal, belum dicabut nyawa."
Jakarta (ANTARA News) - Bupati Bangkalan 2003-2013 Fuad Amin Imron menyatakan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK yang memohon pengadilan menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara, bukan berarti ajal bagi dirinya.

"Ini kan belum ajal, belum dicabut nyawa," kata Fuad Amin singkat seusai sidang pembacaan tuntutan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.

Dalam sidang, JPU KPK menuntut Fuad Amin dengan pidana penjara 15 tahun, denda sebesar Rp3 miliar subsider 11 bulan kurungan.

"Saya tidak punya komentar," tambah Fuad singkat.

Sedangkan pengacara Fuad, Rudy Alfonso mengatakan, tuntutan tersebut tidak sesuai dengan fakta di persidangan.

"Saya pikir terlalu banyak hal yang tidak sesuai dengan fakta persidangan, nanti pada pembelaan akan kami jelaskan semua terkait penerimaan MKS (Media Karya Sentosa), tapi itu hanya sebagian kecil yang diterima klien saya. Selebihnya masuk perusahaan daerah yang selama ini dianggap diberikan kepada Fuad Amin," kata Rudy.

Menurut Rudy, PT MKS juga tidak mendapatkan keuntungan apapun dari Kabupaten Bangkalan.

"Yang kedua, tidak ada sesuatu yang diambil oleh MKS dari Bangkalan, itu karena pandainya Fuad Amin, sehingga MKS memberi ke perusahaan daerah dan pribadi Fuad Amin," tambah Rudy.

Sedangkan terkait dakwaan pencucian uang, Rudy menilai bahwa tidak ada tindakan Fuad yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan pencucian uang karena tidak ada larangan untuk menempatkan uang dengan menggunakan nama orang lain.

"Terkait pencucian uang, saya kira ada suatu penempatan lain-lain dari pihak perbankan, tidak ada yang salah dari itu. Perbankan tidak melarang menggunakan nama orang lain dan perbankan tahu itu bahwa Fuad Amin menggunakan orang-orang kepercayaannya," jelas Rudy.

Kemudian mengenai kesaksian sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang mengaku menyetorkan 10 persen dari setiap mata anggaran kepada bendahara pemerintah kabupaten untuk disetorkan kepada Fuad Amin, Rudy menegaskan tidak ada perintah dari Fuad untuk penyetoran tersebut.

"(Tentang) penerimaan dari SKPD, tidak ada perintah dari Fuad Amin untuk meminta 10 persen itu, kemudian betul ada amplop yang diberikan kepada Fuad Amin, tapi nilainya sangat kecil dan tidak diminta, itu hanya kebiasaan orang di situ saja, bukan cuma dari SKPD tapi siapa yang datang ke rumah beliau selalu membawa amplop. Itu yang akan kita buktikan dalam pledoi," ungkap Rudy.

KPK mendakwa Fuad melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Pada tindak pidana korupsi, Fuad diduga menerima Rp18,05 miliar dari PT Media Karya Sentosa (MKS) karena telah mengarahkan tercapainya perjanjian konsorsium dan perjanjian kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy CO LTd terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.

Sehingga Fuad didakwa berdasarkan Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHPidana.

Dalam dakwaan kedua, Fuad diduga menyamarkan hartanya pada periode 2010-2014 sejumlah Rp229,45 miliar berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Dan dakwaan ketiga adalah pencucian uang pada periode periode 2003-2010 hingga senilai Rp54,903 miliar berdasarkan Pasal 3 ayat (1) huruf a dan c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang junto Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015