Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dinilai perlu mengungkap fakta yang terjadi saat tragedi tahun 1965.

Tragedi tersebut merupakan salah satu dari pelanggaran hak asasi manusia masa lalu yang kebenaran dari peristiwa tersebut masih belum terungkap. Banyak generasi muda yang memilih skeptis atas sejarah yang selama ini diceritakan sebagai rekayasa dari penguasa terdahulu.

"Tentu saja kami ingin tahu apa yang terjadi dari peristiwa 1965 karena sejarah yang kami peroleh disaat Orde Baru adalah sejarah tafsir tunggal. Dan pelanggaran HAM yang dilakukan oknum negara tidak dibuka resmi," kata August Sinaga, seorang karyawan swasta kepada ANTARA News, Kamis.

Menurut August, pengungkapan kebenaran atas peristiwa tersebut dan pelanggaran HAM lainnya yang terjadi pada masa lalu wajib dilakukan oleh pemerintah.

"Pembukaan sejarah oleh negara juga untuk pembelajaran. Namun muaranya adalah untuk rekonsiliasi, bukan untuk mencari siapa salah siapa benar," tuturnya.

Ia mengaku skeptis atas cerita tragedi tahun 1965 yang diterimanya selama ini.

"Karena selama orde baru kan tidak diperbolehkan membahas kejadian 1965 dari sudut pandang lain," ujarnya.

Hal senada disampaikan Trino Prayoga yang menilai bahwa pemerintah harus segera membuka kebenaran dari peristiwa tersebut.

"Otomatis saya ingin tahu karena itu bagian dari sejarah bangsa yang belum terselesaikan dan masih abu-abu. Apalagi masih banyak hal-hal dan fakta-fakta yang belum terungkap tentang kejadian 65," kata karyawan tersebut.

"Pemerintah perlu mengungkap kejadian tersebut. Mungkin dengan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (RUU KKR) bakal menyelesaikan hal-hal yang masih kelam dan abu abu seputar 1965 ini," tambahnya.

Pemerintah saat ini seperti disampaikan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan akan melakukan upaya rekonsiliasi kasus pelanggaran HAM masa lalu. Termasuk akan mengungkap kebenaran dibalik peristiwa 1965.

Sejumlah pihak mengharapkan agar Presiden Joko Widodo mengambil inisiatif untuk meminta maaf atau menyatakan penyesalan kepada korban pelanggaran HAM tragedi 1965.

Namun, Presiden Joko Widodo membantah bahwa pemerintah akan meminta maaf kepada korban tragedi 1965.

Sebelumnya dalam kampanyenya, Presiden Joko Widodo berkomitmen akan menyelesaikan tujuh kasus pelanggaran HAM yakni Peristiwa 1965-1966; Penembakan Misterius 1982-1985; Kasus Talangsari-Lampung 1989.

Selain itu, kasus Penculikan dan Penghilangan Paksa Aktivis 1997/1998; Kerusuhan Mei 1998; Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II 1998/1999; serta Wasior-Wamena 2001/2003.

Pewarta: Monalisa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015