Jakarta (ANTARA News) - Sutradara Joko Anwar ingin membuat kapsul waktu, sebuah gambaran Indonesia -khususnya Jakarta- yang sebenar-benarnya lewat film drama berlatar belakang hingar bingar pemilihan umum presiden tahun 2014 "A Copy of My Mind".

Sari (Tara Basro) adalah karyawan salon murah di Jakarta. Setelah seharian memijat dan merawat wajah pelanggan, Tara mencari hiburan dengan menonton film dari DVD bajakan di kamar kosnya yang sempit. 

Dia kesal karena salah satu DVD bajakan yang baru dibeli teks terjemahannya ngaco. Dia kembali ke toko untuk menukarnya, tapi keinginannya ditolak mentah-mentah. 

Sari yang kesal kemudian mengutil satu DVD bajakan untuk mengobati kekecewaannya. Alek (Chicco Jerikho) memergoki dia dan kemudian "memaksa" ke kamar indekosnya yang berisi kumpulan DVD bajakan.

Alek adalah penerjemah film DVD bajakan yang dibeli Sari. Dalam sehari dia dituntut menerjemahkan teks lima sampai enam film, termasuk film porno gay, karenanya dia sering mengandalkan mesin penerjemah Internet.

Keduanya berbagi minat dan kecintaan terhadap film. Sari yang bercita-cita memiliki satu set home theater mulai sering mampir ke tempat Alek untuk menonton film bersama, dan kemudian memulai kisah asmara.

Sari lantas mencoba peruntungan baru di salon lebih mewah dengan bos Bandi (Paul Agusta), yang kemudian meminta dia merawat wajah Mirna (Maera Panigoro), pelanggan salon yang merupakan narapidana penghuni "kamar khusus" di rumah tahanan. 

Mirna tidak tinggal di sel sumpek, gelap dan kotor yang biasa digambarkan dalam film-film kriminal. Kamar penjara Mirna bahkan lebih nyaman dari kamar kos Sari atau Alek, dilengkapi dengan pendingin udara, kamar mandi di dalam, hingga televisi berukuran besar yang selalu diidam-idamkan Sari.

Mata Sari tertumbuk pada satu rak berisi kumpulan DVD milik Mirna. Diam-diam dia mencuri sekeping DVD yang disangka berisi film fantasi.

Sari rupanya membawa pulang masalah besar. Yang dia curi bukanlah film monster, melainkan rekaman korupsi yang melibatkan Mirna serta Calon Presiden yang sedang giat berkampanye saat itu.


Kapsul waktu

"A Copy of My Mind" bukanlah film berdana besar. Tim produksi mendapat bantuan dana 10 ribu dolar AS (sekitar Rp150 juta) karena memenangi salah satu penghargaan di Asian Project Market di Busan International Film Festival 2014. 

Sisanya adalah sumbangan dana senilai Rp100 juta dari dua temannya serta bantuan jasa cuma-cuma dari rekannya yang lain, termasuk di antaranya dalam pembuatan musik hingga pasca-produksi.

Keterbatasan dana sempat membuat Joko ingin membuat film dengan mengandalkan iPhone sebelum akhirnya mendapat pinjaman kamera cuma-cuma.

Proses pengambilan gambar "A Copy of My Mind" hanya berlangsung delapan hari pada Oktober 2014 meski persiapan telah dilakukan beberapa bulan sebelumnya.

Joko ingin membuat kapsul waktu lewat film yang sangat organik dan realistis dengan gaya eksplorasi dinamis serupa dengan "Modus Anomali".

"Saya tidak mau merepresentasikan Jakarta yang disalut gula dengan keindahannya, atau Jakarta yang penuh kemiskinan. Tapi Jakarta yang seadanya," ungkap Joko.

Joko memperlihatkan Jakarta yang penuh kontradiksi lewat suasana kos-kosan sederhana Sari yang berlatar belakang gedung pencakar langit.

Salon murah berisi pelanggan yang mengobrol bising, kontras dengan salon mahal yang keheningannya hanya dipecahkan oleh musik instrumental. 

Joko berhasil memperlihatkan cuplikan kehidupan Jakarta dari kacamata Sari sebagai bagian masyarakat menengah ke bawah yang setiap hari menembus kemacetan di atas angkutan umum, mengenyangkan perut dengan mi instan dan mendapatkan hiburan murah dari lapak DVD bajakan dan televisi kecil yang kadang harus dipukul ketika ngadat. 

Juga mereka yang bangun tidur bersimbah keringat karena tak mampu membeli pendingin udara di tengah udara lembab Ibu Kota. Yang pergi ke warteg atau penjual mi ayam saat lapar. Yang berbagi kamar mandi umum bersama puluhan penghuni indekos lain.

Rakyat kecil yang tak pernah bersentuhan langsung dengan politik namun selalu kena imbasnya.

Rooftop Sound membuat 36 lagu agar adegan-adegan dalam "A Copy of My Mind" terasa realistis, mulai dari metal, dangdut koplo, tarling, Indonesiana, Melayu, China hingga Pop Manado.

Lagu yang dimaksud tidak seperti musik melankolis yang menyertai adegan romantis, melainkan musik-musik untuk mengisi atmosfer Jakarta. 

"Film ini kesannya tidak ada musik. Tidak terdengar seperti musik, tapi musiknya banyak banget," kata Bemby Gusti dari Rooftop Sound, yang juga penggebuk drum di band Sore.

Menurut Joko, kejujuran yang digambarkan dalam "A Copy of My Mind" merupakan salah satu daya tarik yang disukai para penonton di luar negeri.

Film yang baru akan tayang di Tanah Air pada Februari 2016 itu telah diputar di Toronto International Film Festival, Busan International Film Festival dan Venice International Film Festival.

"Semoga ini juga bisa diterima penonton Indonesia," kata Joko tentang film "A Copy of My Mind", yang masuk tujuh nominasi penghargaan Festival Film Indonesia 2015 itu.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015