Trenggalek (ANTARA News) - Tim arkeologi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan mengeluh kesulitan mendapat batu dan bata merah yang sesuai dengan material bangunan lama dan hal itu menghambat proses pemugaran Candi Sanggrahan di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

"Mendapat material batu dan bata merah yang sesuai, apalagi identik dengan fisik material situs candi memang agak susah. Karena tidak setiap batu yang ada bisa tersambung fisik candi yang lama," kata Anggota Kelompok Kerja  Perlindungan BPCB Trowulan, Nugroho Harjolukito, lewat telepon kepada Antara, Jumat.

Ia menjelaskan sejauh ini batu untuk mengganti bagian dinding candi yang hilang atau rusak masih bisa diperoleh namun jumlahnya terbatas, belum sepadan dengan kebutuhan.

Akibatnya, pengerjaan pemugaran fisik candi utama kemungkinan tidak bisa selesai sesuai target.

"Kami kerjakan yang ada dulu. Untuk fisik candi induk, sepertinya tidak bisa diselesaikan dalam kurun tahun ini," ujarnya.

Menurut Nugroho, yang kerap terlibat dalam eskavasi situs dan benda-benda purbakala di beberapa daerah di Jawa Timur, seberapapun kemajuannya proses pemugaran induk Candi Sanggrahan akan dihentikan sementara akhir bulan ini.

Kegiatan pemugaran baru akan dilanjutkan tahun anggaran 2016 karena selama Desember 2015 tim pemugaran harus fokus menyusun laporan anggaran dan kemajuan renovasi yang disiapkan sejak 2013 dan resmi dimulai pada Maret 2014.

"Proyek ini menggunakan pendanaan APBN, jadi harus tertib anggaran," kata Nugroho.

Ia menambahkan, keterbatasan sumber daya manusia di BPCB Trowulan serta mekanisme penganggaran yang bersifat tahun jamak membuat proses renovasi candi berlangsung lama.

Menurut prasasti, Candi Sanggrahan di Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, dibangun pada era Kerajaan Majapahit tahun 1350-an Masehi.

Selain Candi Sanggrahan, dalam waktu hampir bersamaan BPCB Trowulan juga merenovasi Candi Dermo di Dusun Dermo, Desa Negoro, Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo.

Pemugaran dua candi yang diklasifikasikan rusak berat karena faktor alam dan penjarahan diperkirakan memakan waktu antara empat hingga lima tahun dan membutuhkan dana miliaran rupiah.


Pewarta: Destyan Handri Sujarwoko
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2015